Maaf, malam ini saya mau mengaku, saya dan 1 orang partner in crime telah mencuri melati seorang sahabat saya. Mohon jangan benci kami, sebelum membaca penjelasan kami di bawah ini :
Penasaran nih, ada yang tahu ngga, siapa orang yang pertama kali menciptakan ide gadis yang masih lajang harus mencuri melati pengantin perempuan supaya kita “ketularan” dan cepat menikah dalam waktu dekat? Kalau udah tahu, please do share ya hehehe. Si pemrakarsa, sepertinya harus bertanggung jawab kepada kita-kita, perempuan-perempuan lajang yang mengaku modern, tapi kok mau-maunya melakukan tindak pidana pencurian beberapa kuncup melati di acara resepsi pernikahan?
Uhm buat beberapa orang yang belum pernah mendengar kepercayaan ini, atau belum pernah melihat aksi curi-curi melati, saya jelasin ya. Di kebudayaan Jawa (Tengah dan Timur) dan Sunda, ada kepercayaan, kalau perempuan lajang mau cepat tertular (baca, “cepat-cepat ikutan nikah”) pengantin perempuan, dia harus mencuri melati yang digunakan pengantin perempuan. Seperti arti kata mencuri, tentu saja tindakan mengambil sekuntum atau lebih melati ini harus tidak boleh sepengetahuan si pemilik melati.
Nah, mula-mula sih, terutama waktu saya masih umur duapuluh tahunan, posisi belum terjepit untuk (dipaksa) cepat menikah, saya ngga percaya. Lha kok ada-ada aja, mau menikah mesti mengambil melati hiasan pengantin perempuan. Dulu saya suka tertawa melihat kelakuan kakak saya yang semangad 45 datang ke akad/ resepsi pernikahan, demi misi khusus, mengambil bunga melati pengantin putri.
Tapi itu dulu, sekarang giliran saya yang mengemban misi terlarang itu. Percaya ngga percaya, kakak nomor dua saya, mungkin saking semangatnya di suatu kesempatan mencuri rangkaian bunga melati yang dipakai temannya di suatu resepsi pernikahan yang ia hadiri. Melihat tindakannya yang cukup brutal itu, sang perias pengantin bukannya marah malah tertawa, “uhm Mbak ini udah pengen banget nikah nih, kayaknya ngga usah nunggu lama lagi mbak!” diikuti tawa ibu-ibu yang lain. Lihatlah, untuk tujuan mulia, pernikahan, kakak saya rela mempermalukan dirinya di depan orang banyak. Entah apakah ada hubungannya dengan kejadian pencurian kuncup melati besar-besaran itu, kakak saya akhirnya menikah 6 bulan kemudian.
Maka, menganalisa success story kakak saya itu, selaku adik yang merasa 1 gen, saya ngga mau kalah doong. Mulailah tanpa malu saya mengikuti jejak kakak menjadi gadis pencuri roncean bunga melati! Pengalaman pertama, sama seperti maling pemula, saya masih gelagapan, dan ngga berhasil melakukan aksi kejahatan saya. Lalu saya mulai berlatih kelihaian tangan dan menyiapkan skenario supaya perhatian pengantin wanita teralihkan dari tangan saya yang mulai bergerilya di roncean melatinya. Berhasil? Tentu tidak! Pengantin wanita yang biasanya teman atau saudara saya, cukup peka merasakan kehadiran tangan jahil saya di rangkain melatinya.
Suatu saat, di usia 30 tahun, mungkin karena merasa terdesak dengan posisi saya yang belum juga menikah, dan penasaran kenapa saya belum berhasil mencuri melati (tanpa ketahuan si pemilik sah), saat bersalaman dengan adik ipar saya, orang Minang yang menikah dengan menggunakan suntiang di kepalanya seberat 5 kilogram, sama seperti para maling yang egois, saya main ambil bunga melati di suntiangnya dengan cepat demi beberapa kuntum melati. Ternyata tindakan saya yang brutal itu menyebabkan suntiangnya hampir copot dan saya bisa lihat penderitaan sakit kepala adik ipar saya itu dari wajahnya. Oh malunya saya!!! Semua orang memperhatikan saya, dan saya segera meninggalkan pelaminan dengan mengucapkan ribuan kata maaf. Untunglah perias pengantin adik ipar saya sigap langsung memperbaiki.
Dan pagi ini, saya dan sahabat, Noni, sama sekali tidak terpikirkan, tanpa sengaja, seolah-olah Tuhan mengatur segalanya supaya kami bisa mencuri melati dengan aman. Ceritanya begini, pagi ini, sahabat kami Irna menikah. Tadinya kami berada di depan rumah, menikmati santap siang. Karena ingin mengambil tas di kamar yang disiapkan untuk pengantin, tanpa sengaja mata saya tertumbuk pada rangkaian bunga melati yang tadinya dikenakan pengantin pria. “twing, twing” tiba-tiba seperti melihat lampu menyala terang di dekat kepala saya, timbul ide gila dan kreatif saya.
“Non! Melati!!” Noni melihat ke arah saya seperti menangkap apa yang tersirat di wajah nakal saya. Dan kami berdua kemudian mengendap-endap dan bertingkah layaknya maling residivis. Saya segera mengambil beberapa kuntum melati itu, begitu juga Noni sambil mengamat-amati apakah situasi di sekitar aman hahaha. Kami lalu keluar dari ruangan itu dengan wajah maling lega, dan tindak kejahatan kami, sepertinya diatur dan direstui Tuhan! Baru kali ini kami berhasil mencuri melati tanpa sepengetahuan si pemilik hahaha. Puas!
Sari Musdar
A Fun Fearless Female traveler (The Jakarta Post April 22nd, 2012) who likes to share her story on romance traveling novel. Author of best selling romance traveling novel, "Cinderella in Paris" & some books. Here, she wanna share her writing & photos (mostly about traveling physically and mentally aka contemplation). contact : sarimusdarcom@gmail.com twitter :@realsarimusdar unless mentioned, all pics are Sari's property
Trip With Sari Musdar
Facebook Badge
2010/06/13
Pengakuan gadis pencuri melati
Former legal & HR practioner who finds peace in tafakir, writing and traveling. Book Author of best selling #cinderellainparis & some travel books. Founder of @click4tripID & @duniakerjaID | Mostly writing about traveling, tafakur and up to date info.
| Instagram @SariMusdar |
Facebook : Sari Musdar. Sari can be contacted at sari.musdar09@gmail.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Saya juga seorang "jasmine thief" yang cukup ahli mba. Tapi sampe sekarang masih belum terbukti kebenaran mitosnya. Tapi kalau ke acara nikahan temen meskipun udah ga percaya lg dgn mitos melati itu, aku tetep curi aja melatinya kalo ada kesempatan. Mungkin udah refleks .. Hehe. Terus gimana, apa sudah membuktikan mitosnya ? :)
ReplyDelete