Trip With Sari Musdar

Trip With Sari Musdar
Spring Euro Trip With Sari Musdar

Facebook Badge

2011/01/08

Tembagapura Negeri Di Atas Awan (3)

Aku duduk di meja ujung tengah di messhall, ruangan makan berukuran sekitar 10 kali 10 meter. Meja ini tempat persembunyian terbaik sambil mengamat-amati karakter orang yang lalu lalang menuju meja-meja di sekitarku. Aku duduk di salah satu kursi yang membuatku leluasa melihat hiruk pikuk orang-orang di sini.

Semua duduk berkelompok dengan teman-teman sewarna dan seseragam, jika seragammu beda warna, lebih baik sembunyikan diri dan nikmati saja makan malammu sambil pura-pura sibuk dengan blackberry atau alat komunikasi lainnya. Saat ini aku begitu terhanyut dengan puding campur ice creamku, hingga saat aku iseng menoleh ke sebelah kanan, aku seperti tifak mempercayai pemandangan yg ada di meja sebelah kanan.

Sudah lebih dari 45 malam aku makan di sini, tetapi sepertinya aku belum pernah melihat sosok ganteng lelaki berkacamata yang sekilas mirip superman sebelum berganti kostum. Sungguh, dia terlihat elegant dan pintar, hal yang jarang kau temui di situs tambang ini. Demi ingin memastikan yang kulihat bukanlah khayalan tingkat tinggiku, kembali kutolehkan kepala menuju meja di sebelah kananku. Ah, lelaki berparas rupawan dengan kemeja biru muda dan celana jeans biru tua, sungguh pemandangan yang jarang di sini, menemulan lelaki metrosexual di sini.

Aku sedang mengamati dia diam-diam, ketika Jim, lelaki melbourne berambut brindil kusut bak penyanyi reggae itu berdiri di dekat mejaku. "Hey, long time no see you! May I join?" Aku segera berhenti mencuri-curi pandang lelaki mirip superman di samping kanan.

Jim, lelaki yang kukenal setelah beberapa kali berpapasan di messhall, dan kemudian dia memberanikan diri menyapa 'hi" dan aku memuaskan rasa ingin tahuku, bagaimana seorang bule (yang kemudian kuketahui keturunan cekoslovakia) seperti dia mempunyai rambut seperti rasta mania, hingga akhirnya seperti kawan lama, tiba-tiba kami berbicara berbagai macam hal, terutama nostalgia tentang melbourne.

Berbicara dengan Jim, seperti aku telah mengenal orang ini lama. Tidak ada basa-basi seperti pria-pria Indonesia yang mengajakku berkenalan. Aku bisa terus-menerus berbicara tentang petualanganku ke beberapa negara, tentang buku-buku yang aku tulis, dan dia mendengarkan dan sesekali bercanda, "wow, I never meet a writer, u such a rock star, sari!"

Sungguh, lelaki rumahan seperti Jim, lelaki yang suka tampil apa adanya dan tidak terlalu gym-minded (lelaki yang hobi ke gym hanya untuk membanggakan biseps, perut 6 kotak), sangat cocok dengan tokoh lelaki baik-baik idaman wanita di film-film romantis hollywood. Seorang konsultan geotechnic yang tidak menonjolkan kesan ada otak einstein di kepalanya. Lelaki manis berambut gimbal ini, tidak peduli dengan penampilannya. Tidak peduli harus menjaga badan ke gym, dan baju yang dia pakai setiap malam sweater hitam, t shirt dan celana cargo warna kaki. Lelaki penyayang binatang, dan humoris. Sungguh beruntung siapa pun yang menjadi pacarnya. Dia bukan tipe lelaki indonesia yang merasa dirinya ganteng hingga terlalu congkak untuk berkenalan atau tersenyum pada perempuan yang berpapasan dengannya.

Aku tidak tahu pasti kapan tepatnya aku dan dia berkenalan, tapi aku tahu, sosoknya yg unik, pria bule usia 30an berwajah anak2 baik dan sangat manis, dengan rambut coklat gelap gimbal, seperti penyanyi reggae telah menyedot perhatianku. Kalau tidak salah ingat, pertama kali aku melihatnya di messhall ridgecamp, saat makan siang, tentang waktunya aku lupa. Dan sejak saat itu aku dan si manis berambut gimbal sering berpapasan di messhall flamboyant. Dimulai dari dia menyungginggkan bibir merahnya, yang tentunya aku balas dgn senyuman tak kalah manis. Kemudian setelah beberapa balas membalas senyum, dia mulai menyapa 'hi". Hingga suatu makan malam, entah bagaimana mulainya kami mempunyai percakapan. Rasanya bukan suatu kebetulan jika dia berasal dari Melbourne & aku pernah tinggal di sana. Kami langsung akrab dalam percakapan tsb. Dan tanpa aku dan dia sadari, kami terbiasa untuk bercakap2, tertawa di jam makan malam kami. Aku harus bersyukur krn Tuhan mempertemukan aku dengan seorang teman seasyik dia.



Tembagapura, negeri di atas awan

4 comments:

  1. How wonderful, Sari dear :) Thank you for Sharing. In 1997 I had a chance to visit Jayapura. Lovely. Would love to visit Tembagapura some day ...

    ReplyDelete
  2. Hi Mbak Ita,

    Thanks for spending your time reading this blog and leave comment. Indeed Mbak, Papua is really splendid.

    Salam

    ReplyDelete
  3. hai mbak sari..
    well, actually your story was make like de javu, you know, because i was live there for 10 years..what an amazing experince to live there..
    how's tembagapura now mbak? long time never heard about that city anymore.. :)

    ReplyDelete
  4. Faisal Ash S : Hai mas thanks for visiting my blog :-) Wow....so this writing brings back your memory on :-))

    You call it city? wkwkwk i miss mall and 21 so much :-)

    ReplyDelete

Any comments, share your experience or ask?