Sore hari, masih jam 6, tetapi kabut putih pekat yang sudah turun dan memenuhi lokasi, membuat aku merasa waktu sudah menjauhi malam dan menjelang pagi buta. Sejauh mata memandang dari kaca mobil, aku hanya melihat bangunan-bangunan berwarna hitam dan kabut. gas putih ini berhasil memotong jarak pandang kami menjadi 7 meter.
Di saat sebagian besar orang di dunia belahan lain sedang bergegas untuk pulang ke rumah dari gedung-gedung perkantoran, di sini, di pegunungan sekitar Tembagapura, terasingkan dari dunia peradaban, para pekerja tambang bawah tanah shift malam dengan overall merah mereka menyeret kaki cepat-cepat ke gorong-gorong selebar 5 meter berlumpur berwarna abu-abu, tidak ingin terperangkap dalam dinginnya senja.
Mereka menerobos kabut pekat yang kehadirannya semakin menambah kesan suram, dingin dan kaku. Perlengkapan mereka seperti prajurit siap perang : overal, kacamata gogle, sepatu safety boot selutut yang berat, helm, dan membawa savox (oxygen) seberat 7 kilogram serta lampu dan baterai seberat 5 kilogram.
Berada di sini, sungguh kita seperti terlempar dari mesin waktu beratus-ratus tahun mundur ke belakang. Aku tidak seperti berada di dunia yang sudah menginjak ke abad 21. Ada sensasi seolah-olah aku berada di sket film-film tentang revolusi industri abad ke 17 atau film-film futuristis tentang planet lain yang gelap dan minimalis.
Suram.
Ini memang dunia laki-laki.
Keras.
Tak terhitung ada berapa kata “f…” terucap dari mereka saat berbicara dengan rekan kerja.
Kehadiran perempuan di sini, mengingatkan mereka untuk bersikap gentleman. "Hey, ada rambut panjang!" seru beberapa orang riang, padahal saat itu rambutku kugelung di balik helm putih yang kukenakan. "Hey ada nona" yang lain menimpali. "Shut! there is lady here!"sang boss berusaha mengingatkan pekerja expatnya yang barusan mengeluarkan kata "f...".
Aku memperhatikan seorang bos expat tua gemuk melakukan "line up", membagi-bagi tugas kepada para bawahannya yang berdiri mengelilingi sang yang duduk di atas kursi plastik. Di gorong-gorong ini, diterpa angin dingin, gelap, mereka membagi tugas, mirip mandor dan pekerjanya.
Ini harga yang harus dibayar. Berangkat kerja di saat sebagian besar orang di dunia normal beranjak beristirahat di rumah dengan keluarga masing-masing, mereka baru memulai hari, bekerja di tempat yang matahari, bahkan 1 berkas cahaya pun, tidak terlihat.
Melawan kantuk dan jam biologis manusia normal, di saat sebagian besar dari kami berlindung di balik selimut tebal dari dinginnya udara Tembagapura, mereka bekerja hingga subuh menjelang. Datang dan pergi ke lokasi kerja disambut mentari.
Ini, memang harga yang harus dibayar, tinggal jauh dari keluarga, demi mengumpulkan pundi-pundi uang.
Aku duduk di sini memperhatikan mereka. Pikiran terbawa ke cerita-cerita eyang putriku tentang eyang kakung, (alm.) Salim Musdar yang dulu bekerja sebagai Mantri Kehutanan, penyelia, pembayar gaji para kuli-kuli yang bekerja di hutan jati sekitar Jepara dan Cepu. "Eyang Salim, jika kau lihat aku saat ini, apakah engkau bisa tersenyum? Aku sama seperti Eyang, bekerja di balik hutan ini"
(Tembagapura, Negeri Di atas awan, Sari Musdar)
Tembagapura, 11 Februari 2011
A Fun Fearless Female traveler (The Jakarta Post April 22nd, 2012) who likes to share her story on romance traveling novel. Author of best selling romance traveling novel, "Cinderella in Paris" & some books. Here, she wanna share her writing & photos (mostly about traveling physically and mentally aka contemplation). contact : sarimusdarcom@gmail.com twitter :@realsarimusdar unless mentioned, all pics are Sari's property
Trip With Sari Musdar
Facebook Badge
2011/02/11
Ini memang dunia laki-laki!
Former legal & HR practioner who finds peace in tafakir, writing and traveling. Book Author of best selling #cinderellainparis & some travel books. Founder of @click4tripID & @duniakerjaID | Mostly writing about traveling, tafakur and up to date info.
| Instagram @SariMusdar |
Facebook : Sari Musdar. Sari can be contacted at sari.musdar09@gmail.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Dunia laki2 yang seru dan menyenangkan (^-^)...
ReplyDeleteDunia yang sudah saya geluti selama 4 tahun terakhir di belantara kalimantan...
Tembagapura is the place I really wanna be...
Gimana kabar nya tembagapura mb' Sari?
Salam dari Sangatta (^-^)
Anonymous :
ReplyDeleteDear Mas ...... (hehehe maaf, kok ngga nyebut naam, sepertinya ini mas yg dulu cerita di imel ?)
di sana minyak bukan mas?
saya pernah di pulau matak (dekat natuna) waktu masih gabung COPI.
Salam kenal
kayaknya masih menggnatung ceritanya. ayo dilanjutkan lagi mbak :)
ReplyDeletefunkypapee : nanti dilanjut klo ada ide dan lagi mood :-) thanks udh mampir dan komen
ReplyDeletenice story..
ReplyDeletebut, let be honest, like or dislike, although the weather is very very cold, you will never find any gorgeous panorama, as gorgeous as Tembagapura, right?
:D
Anonymous 2 : indeed! I agree with you :-) I bet God smile when create this amazing nature :-)
ReplyDelete