Saya, sudah beberapa kali menikmati masa-masa yang saya
sangka masa merenggang nyawa. Dulu, saat mengantar kucing saya George Aji Quinn
(dengan nama sekeren itu, kucing putih krem besar berpenampilan dingin itu kami
panggil “Aji”) ke dokter hewan yang jarang didatangi pasien, tanpa sengaja
salah satu urat nadi saya tergigit Aji yang spontan kesakitan saat jarum suntik
dokter hewan menusuk paha kiri Aji. Darah merah segar muncrat keluar, mirip
jika pralon air tiba-tiba patah/ retak. Saya sebagai anak ABG tidak sadar apa
yang terjadi, tapi teriakan panik pak dokter hewan kemudian yang membuat saya
pucat pasi, darah langsung turun ke titik terendah, apalagi ibu saya yang
melahirkan saya. “Gawat, urat nadinya kena, bisa kehilangan darah si nona”
Saya melihat darah menetes tidak henti membuat titik-titik
merah pekat dan kecoklatan di titik –titik pertama lantai Pak dokter. “Pegang
keras-keras, tutup lubangnya dengan tangan, jangan sampai darah kamu menetes
ya!” Dokter panik, istri dokter panik, ibuku lebih panik lagi, kakak melihatku
sedih, tidak terbayang adiknya yang masih polos akan kehilangan nyawa karena
kekurangan darah, padahal belum merasakan indahnya masa remaja. Pak Dokter
langsung meminta supir kami melarikan mobil secepat mungkin ke dokter 24 jam
untuk menutup luka dipergelangan tangan kiri saya. Saya duduk di depan samping
supir ditemani ibu yang tidak henti berzikir.
Jempol tangan kanan saya tidak
berhenti menekan lubang kecil yang jika tidak ditutup akan membuat darag
muncrat dari pergelangan tangan saya. Jarak dari rumah dokter ke Dokter 24 jam
di Ciputat hanya 15 menit, tapi ini adalah waktu terlama dalam hidup saya untuk
memperjuangkan kehidupan saya, hingga muka saya pucat bagai tidak ada tanpa
kehidupan, tangan saya dingin, kekuatan bertumpu pada jempol tangan dan keempat
jari yang lain memeluk lengan kiri mendekati dada. Saat itulah saat saya
benar-benar menghargai setiap detik hidup yang ada dalam diri saya. Saya banyak
berdoa, benar-benar doa yang sangat personal, doa saya sederhana, “Yaa Allah,
masa aku harus mengakhiri hidup dengan cara seperti ini? Kehilangan darah
karena dokter hewan ngga bisa membius kucingku Aji?? Aku belum kenal laki-laki,
aku belum lihat dunia seperti Tintin, aku belum sholat 5 waktu tepat waktu Yaa
Allah” Mungkin karena doa saya sangat personal dan benar-benar dari dalam hati,
Tuhan mengabulkan doa saya.
Dan kemarin, saat saya sakit DBD. Di rumah sakit sendiri,
saya berusaha terus terjaga, saya takut jika tiba-tiba ada malaikat maut yang
menjemput saya. Tiga bulan lalu almarhum ayah saya meninggal, saya melihat dan mendengar bagaimana Ayah saya ketakutan tidak mau ditinggal di kamarnya sendirian, ayah selalu berteriak dengan suara yang tertinggal parau di tenggorokannya, "Bu'e, bu'e!! " Tidak mau ditinggal walau hanya 2 detik saja, mungkin ayah sudah melihat malaikat maut di kamarnya.
Haduh, saya bergidik. Bukan ingat sosok seram si pencabut nyawa, tapi saya ingat dosa-dosa saya. Bukannya apa-apa, dibandingkan jaman saya terluka di
pergelangan tangan, saat masih ABG itu, dosa saya kan belum seberapa, tapi
sekarang??? Nauzubilah, tiba-tiba saya takut mati. Belum siap. Galau tepatnya.
Tidak siap hidup di alam barzah/ alam kubur, sendirian pula. Hingga setiap saya mendengar azan
Subuh saya bersyukur Tuhan masih mengembalikan nyawa saya. Saya pengen melihat,
laki-laki yang Tuhan tulis di Kitabnya untuk menemani saya membesarkan Sari
kecil itu seperti apa?? Sebelum saya melihat sosok dia, saya belum mau mati. Saya ingin melihat makhluk special yang Tuhan ciptakan hanya untuk saya seorang itu seperti apa?? Makhluk yang bikin saya berdarah-darah, tersenyum-senyum selama saya menunggu puluhan tahun. Maka
sejak itu saya minta supaya Tuhan perpanjang kontrak saya, tapi kali ini, saya harus
lihat dulu sosok si laki-laki yang saya tunggu penasaran saat saya kira saya
mau mati karena digigit kucing saya dulu.
No comments:
Post a Comment
Any comments, share your experience or ask?