Pantai Punai |
di depan replika SD Muhammadiyah Kec. Gantung |
Replika SD Muhammadiyah |
Hari Pertama, 22 September 2014
Nasi Simpor |
Setelah
tiba di Bandara Hanianjoeddin di tengah terik matahari, kami dibawa dengan bis
melewati jalan mulus menuju Desa Bangek. Di sini perut lapar kami dimanja oleh
nasi simpor, nasi dengan menu ayam ketumbar (dan nanas), ikan cempedik bumbu
pedas (seperti teri) dan sayur daun iding-iding yang dibungkus rapi dengan daun Simpor. Di lokasi ini terdapat tiga rumah
panggung yang terbuat dari kayu yang diisi pengrajin terindak (topi petani),
boneka dan tikar lais.
Bis kembali menekuri jalan mulus menuju Kecamatan Gantung untuk melihat Rumah keluarga Pak Ahok yang di sampingnya terdapat Gallery Batik Simpor Gantung yang menawarkan pelatihan canting batik khas Belitung Timur.
membatik |
Di sini peserta diajarkan melalui praktek membuat batik dengan motif khas Belitung Timur, seperti daun simpor dan ikan cempedik yang memang hanya ada di Pulau Belitung, terutama Belitung Timur. Anda mungkin kaget kenapa ada batik di Belitung Timur? Batik Simpor Gantung menurut saya adalah upaya kreatif PEMDA Belitung Timur untuk meningkatkan pariwisata mereka dengan menciptakan sesuatu yang menjadi ciri khas Belitung Timur. Terkadang untuk memajukan dan menjual wisata, kita tidak bisa hanya berpangku tangan karena tidak ada kesenian yang khas atau hanya terpaku pada kekayaan dan keindahan alam. Kadang-kadang diperlukan kecerdasan kita untuk membuat daya tarik baru. Untuk menciptakan Batik Simpor pun bukan hal mudah bagi Belitung Timur, karena mereka harus mengirim banyak orang ke Jawa Tengah untuk belajar membatik. Lihatlah Singapura. Secara alam dan budaya, tentu Indonesia lebih “menang” dibandingkan Singapura, tetapi wisata mereka berhasil menyedot banyak wisatawan/ turis dengan banyak membuat daya tarik baru, seperti contohnya Universal Studio.
Kiape ke kabar? Biaselah *belajar bahasa* |
Interior Museum Kata Yang Penuh Warna |
pemandangan unik di dekat Danau MTB, Gantung |
Kue-kue tradisional |
Malamnya
peserta dibagi dalam kelompok-kelompok dan tinggal di rumah warga. Pemilik
rumah yang saya tempati sepasang orang tua yang anak-anaknya bekerja di
pinggiran Jakarta, dengan ramah menerima kami. Setelah mandi dan beramah tamah
singkat, kami berangkat ke Gedung Serba Guna untuk makan malam (“Makan Bedulang”)
yang dibuka dengan tarian “Gambus Inang-inang". Makan Bedulang adalah makan
lesehan ala Belitong Timur, dimana tiap empat orang mengerubungi satu sajian
makanan berisi nasi, lauk (gangan laut/ ikan, sate ikan yang mirip otak-otak), sayur iding-iding, sayur pelepah kelapa, sambal dan
kue tradisional seperti jukong.
Hari Kedua, 23 September 2014
Perut
sebenarnya masih kenyang karena ibu pemilik rumah sudah menyajikan kopi susu
dan jaja. Tapi kami ditawarkan makan pagi ala Belitung, makan di rumah panggung
milik seorang nenek. Menunya cukup unik, yakni berego. Anda mungkin bisa membayangkan kwetiaw
yang dipilin rapi dengan kuah sayur ikan dan sambal yang pedas.
Dari
rumah panggung kami sempat melihat dan berfoto di replika Sekolah Muhamadiyah
yang dijadikan tempat shooting film “Laskar Pelangi”. Dari Gantung selama
sekitar 1 jam kami pindah ke Kecamatan Dendang. Datang ke sini harus pagi
sekali, untuk melihat proses pembuatan gula aren yang difermentasi dari air aren dengan kayu mentubar. Gula yang dihasilkan memang
beda dengan teksturnya sangat
halus dan rasa manisnya pas serta tanpa bahan pengawet. Selesai menikmati manisnya gula aren, kami harus naik
truk selama kurang lebih 20 menit menuju perkebunan lada. Dua puluh menit yang
terasa menantang, bukan hanya kami harus naik truk di tengah panas teriknya
Dendang, tapi juga saat melewati perkebunan kelapa sawit, kami harus pandai
melindungi
diri dan menghindar dari cabikan helai-helai pelepah kepala sawit yang menjuntai.
Petualangan ke Kebun Lada |
diri dan menghindar dari cabikan helai-helai pelepah kepala sawit yang menjuntai.
Petani lada |
Setelah belajar menjadi petani lada, dengan bis, kami berangkat menuju Pantai Punai. Ah pantai, saya jadi teringat cerita almarhum ayah saya yang beberapa tahun lalu, jauh sebelum Belitung terkenal karena film “Laskar Pelangi”, pernah beberapa kali dinas ke Belitung dan beliau dengan gaya sangat ekspresif menceritakan betapa indahnya pantai-pantai di Belitung. Selama perjalanan ke pantai sambil beristirahat mendengarkan cerita Mas Syarif tentang legenda Belitung yang menurut cerita artinya adalah “Bali Sepotong” saya bergumam dalam hati, “setelah sekian belas tahun, akhirnya saya bisa membuktikan cerita ayah tentang Belitung”.
Di
pantai Punai kami disambut tarian khas Belitung “Sekapur Sirih”. Kegiatan di
lokasi yang nyaman dan tenang ini memang cukup padat.
Sebelum makan siang, kami
diajarkan cara membuat Gangan Ikan Belitung, menu yang pas sekali di Pantai
yang panas dengan pemandangan pantai berpasir putih halus, angin sepoi-sepoi
merasakan gangan ikan yang pedas bercampur asam manis dari nanas. Selesai makan
siang kami diajarkan cara membuat kue basah tradisional Belitung dari bahan gula
aren, antara lain, Jukong.
Sambil menikmati angin pantai, seorang penata rias yang luwes memperlihatkan kepada peserta Tour tata cara dan susunan pakaian adat Pengantin Belitung. Cantik ya?
Perjalanan
selanjutnya adalah menuju Kecamatan Manggar. Kami berhenti makan malam di Restoran Fega
sebelum check in ke hotel Oasis. Setelah check in dan mandi, dengan keadaan
yang lebih segar, kami siap untuk bergaul ala warga Manggar, yang terkenal
sebagai “Kota 1001 Warung Kopi”. Malam ini kami menikmati minuman kopi atau teh tarik dengan sajian pisang dan
singkong goreng di Warung Kupi Milenium dihibur suara penyanyi perempuan muda
berbakat yang berhasil menghidupkan suasana hingga tengah malam. Thanks to Oom Hoho (Nugroho) entrepeneur yang ternyata juga punya bakat menjadi MC yang membuat para peserta cair dan akrab. Oom Hoho ini adalah investor yang akan membuat usaha wisata Campervan untuk Belitung.
Hari ketiga, 24 September 2014.
Selesai
makan pagi bis membawa kami ke Kantor Dinas Pariwisata Belitung Timur yang
terletak di Kompleks Gedung-Gedung Pemerintahan Daerah Belitung Timur. Dinas
Pariwisata Belitung Timur cukup kreatif dan inovatif. Ini terlihat dari
penataan bagian depan kantor ini dan juga menjadikan sebagian area menjadi
museum. Di museum mini ini kita bisa melihat binatang khas Belitung Timur seperti Tarsius (primata paling kecil di dunia, yang mengejutkan saya, merupakan anomali, karena tarsius menurut teori sebaran hewan, seharusnya ditemukan di Indonesia Timur), buaya, burung punai, musang dan ular.
tarsius |
Orang Buyan membuat kapal Kater |
Selesai bertandang ke Dinas Pariwisata yang telah menjamu kami dengan baik, kami menuju ke Pantai Serdang. Sama seperti pantai Punai, pantai di sini juga berpasir putih lembut. Di sini kami melihat Orang Buyan (orang dari Pulau Bawean yang migrasi puluhan tahun lalu ke Pulau Belitung) membuat kapal Kater, kapal tradisional dari satu gelondong kayu yang dicat warna warni cerah.
Setelah mendapat ilmu tentang pembuatan kapal, yang
membuat saya yakin nenek moyang bangsa Indonesia dulunya adalah pelaut, kami
diajak melihat bekas perumahan pejabat PN Timah di Bukit Samak dan
terkagum-kagum dengan pemandangan di seberang rumah dinas Bupati Belitung
Timur. Oh untuk urusan penataan kota, orang Belanda memang pintar. Anda yang sudah pernah ke Belanda pasti setuju.
Bis menekuri jalan mulus menuju Bukit Batu, untuk melihat kelenteng Dewi Kwan Im. Kelenteng dengan bangunan beberapa tempat sembahyang ini, dibangun di atas bukit, dan banyak orang keturunan Tionghoa datang ke sini melakukan ritual Ciam Si untuk mengetahui peruntungan mereka. Ciam Si adalah tradisi khas Tionghoa yang digunakan sebagai sarana meramal berdasarkan syair-syair kuno.
Ritual dimulai dengan berdoa dan menyebut dalam hati keinginan kita. Petugas akan memberikan 2 keping kayu yang dicat merah yang harus dilempar ke lantai. Setelah OK, petugas akan memberikan bambu berisi sumpit-sumpit untuk digoyang hingga jatuh satu sumpit yang telah dinomori. Petugas akan menunjukkan syair kuno berdasarkan nomor pada sumpit dan menerjemahkan arti syair kuno tersebut.
Bis menekuri jalan mulus menuju Bukit Batu, untuk melihat kelenteng Dewi Kwan Im. Kelenteng dengan bangunan beberapa tempat sembahyang ini, dibangun di atas bukit, dan banyak orang keturunan Tionghoa datang ke sini melakukan ritual Ciam Si untuk mengetahui peruntungan mereka. Ciam Si adalah tradisi khas Tionghoa yang digunakan sebagai sarana meramal berdasarkan syair-syair kuno.
Ritual dimulai dengan berdoa dan menyebut dalam hati keinginan kita. Petugas akan memberikan 2 keping kayu yang dicat merah yang harus dilempar ke lantai. Setelah OK, petugas akan memberikan bambu berisi sumpit-sumpit untuk digoyang hingga jatuh satu sumpit yang telah dinomori. Petugas akan menunjukkan syair kuno berdasarkan nomor pada sumpit dan menerjemahkan arti syair kuno tersebut.
Dari
Pantai Bukit Batu, kami berhenti di restoran di Pantai Burung Mandi. Kalau tadi
di Pantai Serdang kami melihat bagaimana perahu Kater dibuat, di sini saya
bersama beberapa teman menaiki kapal nelayan tersebut mengitari pantai.
Sore sambil menunggu senja, kami menikmati pasir putih halus Pantai Burung
Mandi dengan bermain permainan tradisional “Moto Lele” seperti permainan kasti
dengan melempar dan menangkap bilah kayu.
menikmati malam dgn ngobrol remeh temeh di Warkop |
Hari keempat, 25
September 2014
Datang ke Belitung tidak mencoba Mie Belitung, rasanya
kurang lengkap. Pagi ini lidah saya kembali menari riang menikmati campuran rasa
sedap dan pedas mie Belitung yang berisi mie, tahu china, udang rebus, tauge,
mentimun, kentang rebus, emping dan sambal. Uhm…sedap! Penutup yang indah di akhir "Tour de Beltim 2014"
Liburan 4 hari di Belitung memang kurang untuk bisa benar-benar mengeksplorasi pulau indah ini, karena di Kabupaten Belitung (Belitung sebelah barat, di Pulau Belitung ada 2 kabupaten, Belitung dan Belitung Timur) banyak terdapat pantai indah yang masih perawan. Saya membandingkan Belitung seperti Pulau Langkawi di Malaysia. Belitung tidak kalah dengan Langkawi hanya perlu promosi yang lebih gencar dan lebih baik lagi. Saya ucapkan hormat dan terima kasih kepada segenap jajaran PEMDA Belitung Timur yang telah mengundang kami dan memberikan pengalaman yang sangat menarik tentang budaya, kebiasaan dan kearifan lokal Belitung Timur.
Terima kasih juga kepada Jejak Kaki (Eva dan Santos) yang telah mengkoordinasikan peserta sebelum berangkat ke Belitung Timur.
No comments:
Post a Comment
Any comments, share your experience or ask?