Trip With Sari Musdar

Trip With Sari Musdar
Spring Euro Trip With Sari Musdar

Facebook Badge

2012/04/02

Melihat Eropa dari dekat? Jadi Backpacker yuk! (Bagian ke 4)


Di salah satu sisi Dam Squareberdiri tegak Museum Madame Tussaud yang sangat terkenal dengan patung lilin para selebritis dunia. Maka setelah berada dalam antrian yang cukup panjang, beberapa menit kemudian saya sibuk mengamati patung-patung para pemimpin dunia, ratu dan raja, dan para pesohor dunia lainnya dari kalangan seni, musik dan olahraga. Patung penyanyi Inggris Robin William George Clooney dan Bono (vokalis Grup Musik U2), Julia Robert, Lady Diana dan Elvys Presley cukup menyedot minat banyak pengunjung untuk berfoto bareng dengan gaya pengunjung yang tak kalah seru. 

Hanya saja sebelum bisa foto bareng dengan orang-orang terkenal tersebut, kita harus mengalami pengalaman seru. Sebelum melihat patung-patung berwajah tampan dan cantik itu, di bagian awal terdapat bagian yang memaparkan sejarah berdirinya kota Amsterdam dengan suasana yang buram, gelap dan menakutkan, dan lebih menakutkan lagi ketika tiba-tiba muncul sosok lelaki besar dengan baju penuh bercak darah dan wajah yang menyeramkan mengaum keras sambil dengan tangannya yang berusaha menyentuh pengunjung. Spontan banyak pengunjung yang berteriak ketakutan, termasuk saya sambil berlari secepatnya meninggalkan ruangan tersebut. 

Rupanya atraksi tersebut adalah upaya pengelola museum untuk memberikan pengalaman yang berbeda kepada para pengunjungnya, selain juga ditunjukkan proses pembuatan patung lilin. Keluar dari Madame Tussaud masih jam 18.30 dan langit Amsterdam di musim semi masih terang. Saya memutuskan untuk menyusuri jalan sekitar Amsterdam dengan berjalan kaki melalui Universitas Amsterdam terus ke area yang cukup terkenal di Amsterdam, Red Light (nama asli jalan ini adalah Nieuwendijk), semula sih saya ingin mengurungkan niat saya karena aura di sini agak “menakutkan” untuk orang sepolos saya, apalagi saat langkah saya mulai mendekati Red Light District dan melewati beberapa penjaga restaurant atau toko sex berbadan besar dengan jas panjang berpenampilan klimis ditambah makin mencekamkan karena pada saat saya ada di sana ada suara raungan mobil polisi. 

Wah, saya tadinya mau berbalik badan dan kembali ke tempat menginap melalui Unversitas Amsterdam dan Dam Square, tetapi saya pikir, daripada penasaran, saya tetap cuek ke sana. Cukup miris melewati pemandangan perempuan-perempuan muda dan cantik berpakaian minim yang dipajang di etalase kaca sepanjang gang di Red Light. Di toko –toko yang dikunjungi wisatawan di sekitar kawasan ini selain kaos bertuliskan Amsterdam, pernik-pernik lainnya (tas, topi dll) bertuliskan Amsterdam atau gambar daun ganja juga dijual dan tentunya ganja kering dan cannabis dengan berbagai macam kualitas dibungkus dalam plastic transparan. Bukan hal yang aneh melihat pemadat asik menghirup marijuana dengan bebasnya di jalan, pemerintah Belanda memang memberikan legalitas kepada mereka. What a country ! Selain itu di sini banyak sekali jasa piercing dan pembuatan tattoo. 

Keesokan harinya saya memutuskan untuk memenuhi obsesi saya lainnya, menikmati lukisan salah satu pelukis idola saya, penganut aliran impressionisme – lebih tepatnya sih aliran pointilisme—van Gogh. Saya ingat betul saya begitu kagum dengan lukisan pelukis yang bernama lengkap Vincent van Gogh, ketika pertama kali saya mengenalnya dari pelajaran Seni Rupa di bangku SMP. Karena letaknya cukup jauh dari Dam Square, saya harus naik subway untuk ke sana . Ternyata benar juga saran pegawai di Pusat Informasi Pariwisata kemarin, jauh lebih baik kalau saya sudah membeli tiket masuk di sana sehingga tidak perlu menunggu dalam antrian yang sangat panjang di depan Museum Van Gogh. 

Saya berada dalam antrian pengunjung dengan tiket masuk yang tidak terlalu panjang, sedangkan di sisi saya antrian untuk mereka yang membeli tiket masuk di Musium. Tepat jam 10 pintu masuk museum dibuka, para penjaga keamanan dengan seragam warna hijau mencolok dan petugas berseragam jas hitam di dalam museum sudah siap siaga dengan handi talkienya. Penjagaan keamanan di museum ini sangat ketat, setelah melewati pemeriksaan di pintu masuk, tas atau jaket harus dititipkan di tempat penitipan yang dijaga remaja-remaja setempat, untuk mengabadikan lukisan-lukisan Van Gogh pun dilarang keras, kalau tidak petugas berseragam jas hitam akan menegur kita. Saya kagum dengan Vincent van Gogh Foundation yang mengelola museum ini dengan professional, termasuk pula penyajian koleksi lukisan yang sangat menarik. 

Hal ini mungkin terjadi karena mereka juga bekerja sama dengan sebuah Bank besar di Belanda untuk mendanai program mereka. Seandainya pemerintah Indonesia bisa melakukan hal yang sama, menarik minat wisatawan dan penduduk Indonesia untuk mengunjungi museum… Pengelola memamerkan lukisan dalam beberapa dekade kehidupan Van Gogh, dengan menampilkan tulisan rentetan kehidupan Van Gogh sejak ia kecil, sekolah di Seminari hingga ia beralih memulai karirnya sebagai pelukis dengan bekerja sebagai pemula di beberapa kantor di Belgia dan Perancis. Ingin mengetahui perjalanan hidup dan karya-karya Van Gogh? 

Ada satu ruangan khusus yang berisi banyak buku, dan juga kalau kita lelah berkeliling gedung dan menaiki anak tangga gedung yang berlantai 4 ini, kita bisa melihat koleksi museum di Komputer yang disediakan di ruangan ini. Di ruangan ini pula kita diajarkan cara membuat lukisan seperti yang dilakukan Van Gogh, misalnya dijelaskan bagaimana dan bahan untuk membuat dasar kanvas sebelum memulai membuat lukisan, perbedaan lukisan Van Gogh dengan lukisan pelukis aliran Pointilisme di era yang sama dengannya. Keluar dari pintu keluar, terdapat toko souvenir yang menjual post card, buku, pembatas buku dan bahkan poster berukuran besar reproduksi lukisan Van Gogh.

penulis : Sari musdar
Twitter : @sari_musdar
Facebook : http://www.facebook.com/sari.musdar

No comments:

Post a Comment

Any comments, share your experience or ask?