Sydney! Nama ibukota
New South Wales – salah satu negara bagian di Australia- itu sudah
bertahun-tahun mengiang di telinga saya sejak saya masih belum sekolah. Ayah
saya yang mungkin sangat terpesona dengan gambaran kota Sydney dari koleganya,
seorang Interpol Australia, menciptakan kudangan (dalam budaya Jawa, seorang
ayah biasanya menciptakan “theme song khusus” untuk masing-masing
putra-putrinya yang berisi doa atau harapan dari ayah kepada anak yang dikudangkan)
khusus untuk saya dengan menyebut kata Sydney beberapa kali. Kudangan itu
kurang lebih begini bunyinya, “Sari Handayani kalau sekolah ya di Australia. Di
mana? Di Sydney. Kalau berangkat ya di Halim, ketebang, ketebang”.
Walaupun sudah cukup familiar
dengan salah satu kota di Australia sejak kecil melalui kudangan tadi, anehnya
tidak pernah terlintas dalam benak saya ide untuk mengunjungi benua di selatan
Nusantara ini. Bahkan ketika akhirnya hampir tujuh tahun lalu salah satu kakak
saya menetap di Melbourne, saya masih belum tertarik untuk pergi ke sana.
Pertama, tidak seperti Eropa, saya yang minim informasi sejarah dan budaya
negara tetangga di selatan Indonesia ini tidak jatuh cinta pada budaya
Australia, yang terus terang menurut saya negara kaum pendatang dari utara ini
tidak berbudaya.
Kedua, masih membandingkan dengan Eropa, untuk pindah ke
negara bagian lainnya, karena negara habitat koala ini sangat luas, kita
terpaksa harus naik pesawat yang lumayan lebih mahal jika dibandingkan dengan
tiket kereta antar negara di Eropa.
Pikiran saya mulai
tergoda ketika kakak saya menunjukkan foto-foto air terjun di Marryville, Great
Ocean Road, Blue Mountains dan bunga-bunga tulip di pinggiran Melbourne. Dengan
informasi yang terbatas hanya dari cerita-cerita kakak saya dan teman-teman
yang kuliah di sana saya akhirnya berangkat ke Australia melalui Darwin di
akhir tahun 2008. Australia yang saya tahu adalah negara commonwealth dengan
mayoritas kulit putih yang terpisah dari “kaumnya” beribu-ribu mil sejak
imigran pertama dari Inggris datang ke Port Jackson tanggal 26 Januari 1788
(kemudian diperingati sebagai “Australia Day” setiap tahunnya) dan beratus
tahun sejak kedatangan koloni Inggris tersebut, Australia kemudian menjadi
negara harapan bagi kaum imigran asal Eropa, Afrika, Timur Tengah, Amerika
Tengah dan Asia.
Ternyata setelah menginjakkan kaki beberapa
hari, saya sadar, Australia mempunyai paket lengkap bagi para traveler. Anda
yang menyukai shopping, seni modern dan hiburan dapat menikmati kehidupan kota,
tetapi jika mulai bosan dan ingin melihat keindahan alam yang luar biasa dan
masih dijaga ekosistemnya dengan sangat baik, berjalanlah ke daerah-daerah
pinggiran mulai pantai hingga hutan dan bukit/ gunung.
Penulis : Sari Musdar twitter : @sari_musdar
Follow sari di twitter untuk share tips traveling & tips hemat saat traveling
No comments:
Post a Comment
Any comments, share your experience or ask?