Trip With Sari Musdar

Trip With Sari Musdar
Spring Euro Trip With Sari Musdar

Facebook Badge

2012/06/18

Letter from Field of Gold (3rd novel, 5th book of Sari Musdar

Dan mungkin yang membuat cinta ini terasa perih namun melegakan dengan caranya yang indah, karena ketidakmungkinan, halangan besar di antara kita. Semalam dalam mimpiku aku melihatmu sekelebat. Mungkin ratusan tahun yang lalu, dalam hiruk pikuk di bawah istana Potala, kita terpisahkan dari cengkeraman tangan-tangan penguasa yang bergerak menjauhkan aku dan kamu.

Ingatkah kamu kita berdua pernah tinggal dalam satu tempat yang sama di kurun waktu yang sama bernama Lhasa? Aku melihatmu kini, di sini, dalam ruang dan waktu yang tak berjeda, di Amole, Papua, ribuan kilometer dari Tibet. Gunung-gunung raksasanya mirip dengan tanah kita pernah tinggal dahulu di Tibet, beda dengan tanah asalku di Pulau Jawa. Walau orang-orangnya kebanyakan berwarna kulit jauh lebih gelap, berambut keriting, tetapi mereka juga menyenangi warna-warna mencolok yang mereka tampakkan dalam rajutan benang Noken.


Dalam mimpiku kita berkostum aneh bukan seperti pakaian yang kita kenakan saat ini. Kamu dan aku, berada di abad yang jauh dari saat kita terpisah dulu, namun hati kita masih terpaut, mungkin ini yang menggerakan lidah kita menyerukan kata yang sama, "Tibet” saat menjawab tujuan backpacking berikut. Ke Tibet, jika hati ini masih terpaut, kuyakin kita akan bertemu di bawah istana Potala, setelah sekian abad berlalu.

Jika memang harus menunggu seribu tahun lagi untuk cinta yang bertemu, biarlah waktu menerbangkan kita dikehidupan yang lain. Aku dan kamu, bereinkarnasi dalam kehidupan yang baru dengan cerita yang lebih manis, asalkan di sana, hati kita masih terpaut, dan aku masih bisa melihat wajahmu, wajah yang ingin kubuat tersenyum. Seribu tahun menanti, asalkan hati kita tidak berubah. Biarlah waktu mempermainkan cinta kita hingga dia jera dan letih mengujinya, hingga tiba saatnya tidak ada lagi penghalang cinta kita. Tibet, tempat yang hanya kukenal lewat mimpi-mimpiku sejak aku bertemu kamu pertama kali di Amole, aku ingin kembali ke sana, ke rumah tempat kita melihat bumi pertama kali.

Sayang, tahukah kamu, Mas Garnadi, terapis chakra punctureku tercekat saat kubilang, “Saya tidak tahu apa namanya perasaan yang saya rasakan pada laki-laki itu. Cinta? Jika benar mengapa terasa pedih? Mengapa saya harus mengalami ini? Sekalinya saya bertemu laki-laki yang menguras perhatian saya dengan energi yang menenangkan, cinta saya terhalang oleh orang yang tidak pernah saya pikirkan akan menjadi masalah besar bagi saya” Mas Garnadi terus mendengarkan ceritaku. “Dia satu diantara ....” “Seribu?” terapisku menukas lembut. “Sejuta!" mataku berbinar seperti anak kecil,  "satu diantara sejuta laki-laki di bumi! Dia laki-laki teraneh yang pernah saya jumpai dalam hidup saya!”. Mas Garnadi menegakkan punggungnya, “Wow!” Aku melihat laki-laki peranakan Jawa Cina di depanku terhenyak, matanya yang sipit terbelalak.


“Kenapa Mas?” tanyaku. “Biasanya saya hanya mendengar satu diantara seribu”. Aku pun terdiam, mungkin ini wujud lain dari cinta? Tanpa terasa air mata merembes dari kedua mataku, dan dengan sigap Mas Garnadi menawarkan tissue. Aku tertawa, antara malu telah terlihat lemah menangis karena cinta di hadapan orang lain dan lega akhirnya keluarlah perasaan yang selama ini kupendam. Karena egoku yang besar, aku menyangkal telah mencintai laki-laki ini begitu dalam di jiwaku. “Laki-laki lain boleh datang dalam hidup saya, tapi dia telah mengunci mati hati dan jiwa saya” kataku lagi tanpa malu. "Sayang, harus berapa reinkarnasi lagi cinta kita bisa bertemu?"desahku dalam jiwa.

Di sini di Amole, kita hanyalah manusia-manusia terasing yang terpaksa menggabungkan diri walaupun berbeda tujuan. Kita terbang ribuan kilometer hanya untuk membangun kehidupan yang lebih baik di tanah asal. Tapi aku, aku mulai percaya Tuhan mengirim aku ke tempat yang selintas kuyakini mirip dengan tanah kita Bod untuk melihat kamu lagi setelah ratusan tahun kita terpisah. Kamu di selasar Hero mengingatkan aku pertemuan pertama di Pasar Lhasa. Mari kita kembali ke pertemuan pertama kita di Amole 2 tahun yang lalu. Sejujurnya tidak sulit bagiku untuk mengabaikan kamu, seandainya di hari Jumat minggu ketiga itu kamu tidak menyapaku.


Aku ingat di hari pertama aku bergabung di kantor ini, Bu Lily entah becanda atau serius mengingatkanku, “Raisa, yang itu pacar saya ya, jangan suka sama dia ya” wanita paruh baya di depanku ini mengibaskan rambut bob sebahunya dan menggerak-gerakkan lehernya seperti penari Didik Ninik Towok. Sejenak aku merasa hilang orientasi, “Ini bukan jaman SMA kan?” batinku. Aku ingin tertawa keras mendengar peringatan dari Bu Lily hingga gunung di depan kantor hancur. Apa susahnya mengabaikan laki-laki seperti kamu? Aku yakin meniadakanmu dari pandanganku adalah pekerjaan mudah.


Kadang aku pikir kamu makhluk asing yang tersesat di bumi dan gagal beradaptasi. Kadang aku pikir kamu seperti Sheldon di film “Big Bang Theory” yang aku pikir tokoh itu sama sekali bualan tetapi mengapa menjadi sangat nyata di tubuhmu, di gelagatmu, terlihat jelas pada cara berjalan dan bicaramu? Kadang aku menganalisa mungkin kamu masih terperangkap dengan gaya hidup di masa sebelum reinkarnasi? Aku tak akan lupa, itu hari ke 21 aku bekerja di tambang emas ini, kamu selalu lewat di depan mejaku tanpa suara, tapi jari-jarimu yang pucat kurus selalu mampir ke toples kastangle yang kutaruh di mejaku. Untuk beberapa detik kita terperangkap dalam kesunyian yang kikuk. Ada energi yang aneh, energi yang kamu pancarkan dan aku keluarkan, bersenyawa menjadi energi panas yang mulai kunikmati tetapi berusaha keras kuabaikan.


Di saat berpapasan di selasar kantor, di saat pandangan mata bertumbukan lancang, kamu tersenyum dan aku membuang muka , tanpa satu kata terucap. Hingga di hari ke21 ini, benar-benar memuncak kemarahanku, “Ini cowok ngga diajarin basa-basi sama orang tuanya kah?” kesalku dalam hati, “setiap lewat meja seenaknya mencomot kastangle gue !” Di hari itu muncul keisenganku, aku hapal dan bisa merasakan saat kamu mendekat walau kamu berjalan seperti hantu, tanpa suara. Saat jemarimu yang panjang bahkan belum berhasil menyentuh pinggiran toples kastangelku, dengan sigap kuraih toples dan kumakan 1 kastangel. Seolah mengejekmu. Kamu tersenyum dan aku hampir tersedak demi melihat kamu manusia aneh bisa tersenyum begitu manis. “Astaga, orang ini bisa tersenyum”, batinku ikut tersenyum. “Hai” kata pertama yang keluar dari mulutmu setelah 3 pekan aku bekerja di sini. “Want some?” basa-basiku sambil menyodorkan toples kastangle, karenan aku tahu separuh isinya telah kau habiskan. Kamu tertawa lagi. Senyum itu, sepertinya sangat akrab, pernah kulihat entah di mimpi atau kehidupan sebelumnya.

Minggu siang itu, kamu duduk sendiri, terasing di tengah kursi-kursi makan yang dipenuhi orang. Meja-meja di sekitarmu penuh dengan suara tawa sementara kamu duduk sendiri berusaha menikmati makananmu. Mata kita bertumbukan untuk beberapa detik yang hilang, saat aku mencari kursi kosong. Kamu menyilakan aku duduk. Jarum jam seakan bergerak cepat, hingga tanpa sadar kita telah berbicara lebih dari 2 jam. “Hey, apa yang kita bicarakan tadi? “ batinku. Kita seperti kawan lama yang terpisah bertahun-tahun dan bertemu kembali di Amole. Yang aku tahu kita bertukar cerita tentang backpacking ke Eropa, selebihnya aku mengamati senyum dan tawamu, kamu bukan robot yang aku lihat di kantor.

Aku pikir hanya aku yang terpesona di hari itu, tapi entah kekuatan maha daya apa yang menggerakan kamu untuk mendekat dan mengejekku, “Hi you just suggested me not to eat junk food, but look who says that!” Kamu tertawa puas, saat mendapati aku berjongkok di depan tumpukan coklat. Aku masih tersenyum walau punggungmu telah menjauh beberapa detik yang lalu. Tahukah kamu, hari itu, kamu telah mencuri hatiku, aku ingin menjadi malaikatmu, aku ingin membuatmu selalu tersenyum dan tertawa.

to someone at Papua, I wanna make you smile and laugh and teach you about work life balance :-)
Sari Musdar
Thanks to Christina Perri for such sad song "Thousand year" that make me type this wording



No comments:

Post a Comment

Any comments, share your experience or ask?