Trip With Sari Musdar

Trip With Sari Musdar
Spring Euro Trip With Sari Musdar

Facebook Badge

2012/07/29

The Conspiracy

Catatan : Buat yang sedang puasa, dan pikirannya melayang-layang terlalu jauh, disarankan dibaca setelah berbuka puasa, atau setelah ramadhan :-)


29 Juli 2010

Sidang kali ini memasuki pemeriksaan para saksi pelapor. Pemeriksaan dilakukan tertutup karena kasus yang kami tangani adalah kasus tindak pidana asusila, para wartawan yang sedari pagi mengerubungi kantor pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunggu di luar ruangan sidang. Ruas Jalan di sekitar Jalan Ampera sempat macet tadi, terutama karena ada beberapa stasiun TV, termasuk Stasiun Berita TwentyOne yang ikut meliput dan mengupdate kasus ini. 

Pak Edwin, salah satu pengacara senior di Firma Hukum kami memulai pertanyaannya ke Saksi Pelapor/ korban dalam kasus ini. Penampilan lelaki berusia  44 tahun ini sungguh terlihat sangat berwibawa, jika beliau memulai pembicaraan orang-orang di sekitarnya akan diam memperhatikan dan menyimak. Sepertinya kau harus banyak belajar jika ingin menjadi pengacara yang sukses. "Saksi Pelapor, berapa usia saksi saat kejadian yang Saksi Pelapor sebutkan terjadi sekitar bulan Mei dan Juni 2009?” ’19 tahun”. “Apakah selama remaja hingga saat kejadian Saksi pernah pacaran?" Nira mengernyitkan dahinya dan menoleh ke pengacaranya. Hakim Ketua dengan gaya serius membenarkan kacamata yang sudah turun di tengah-tengah tulang hidungnya. "Maaf Pak Hakim, pertanyaan saya sangat relevan dengan kasus ini, terutama tentang laporan di BAP yang menyatakan Saksi Pelapor/ Korban telah beberapa kali dalam keadaan tidak berdaya dipaksa untuk melakukan oral sex ke terdakwa di lokasi kejadian. 

Nira menjawab dengan tegas, "Tidak pernah, Mama saya sangat protektif" "Apakah saat anda melakukan oral sex, dari awal anda mulai melakukan hingga sesuai pernyataan anda di BAP alat kelamin terdakwa mengeluarkan sperma, ada perubahan bentuk pada alat kelamin tersebut? " Gadis berkacamata ini nampak kebingungan, kembali ia menoleh ke pengacaranya, seolah-olah meminta arahan jawaban. "Saksi pelapor, mohon jawab pertanyaan saya" tegas Pak Edwin. "Saya tidak mengerti maksud pertanyaan Pak Pengacara" Sejenak ruangan hening. Aku pura-pura tekun membaca berkas pembelaan kami dengan mimik muka serius. 

Jika bisa memilih, aku ingin menutup kedua lubang telingaku dengan sumbatan kapas atau earphone supaya tidak mendengar kata-kata yang baru kali ini aku dengar di ruang publik sebagai wanita dewasa. Pikiranku menerawang ke masa SMA, aku bersekolah di SMA khusus para perempuan. Saat itu di penghujung tahun ajaran semester 2, Suster kepala sekolah kami menemani konsultan psikolog yang memberikan pendidikan sex ke kami para pelajar perempuan. Rasanya berada dalam situasi yang sangat tidak nyaman harus menonton presentasi tentang sex dan alat reproduksi di depan Suster yang kami takuti. 

Saat itu sang psikolog perempuan menjelaskan tentang perubahan badan laki-laki dan perempuan saat akil balik, proses reproduksi, mengapa bisa terjadi kehamilan, reaksi laki-laki dan perempuan saat terangsang dan lain-lain. Padahal selama ini kami sering mencuri-curi informasi tentang sex, dan tertawa terbahak-bahak saat ketua kelas menceritakan humor ala mahasiswa yang berbau-bau seks. Dan pengalaman yang tidak nyaman ini kembali terulang 2 minggu lalu, saat Pak Hamonangan meminta kami para pengacara junior mempelajari video tentang sex. Untuk kali kedua aku belajar teori tentang sex, dan kali ini di ruangan rapat kantor kami. 

Ada banyak hal janggal dari semua laporan kejadian Saksi pelapor mengenai perbuatan cabul jika kasus ini dianalisis dengan cermat. Aku yang semula malas menjadi bagian tim ini, menjadi semangat, merasakan diriku seolah-olah bagian dari para detektif di film CSI. Pak Edwin makin mencecar saksi pelapor dengan pertanyaan-pertanyaannya yang tajam dan cerdas. Aku makin mengagumi seniorku di Fakultas Hukum ini. “Pak hakim, saya meragukan telah terjadi oral sex baik terhadap Saksi Pelapor dan terdakwa, karena berdasarkan Visum Et Reptum, tidak ada hymen / selaput dara yang rusak” 

Pak Edwin menunjuk pada bukti nomor 8, Hasil Visum Et Reptum dari Dokter di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo. “ Padahal menurut saksi Pelapor terdakwa telah melakukan perbuatan cabul setiap hari dalam kurun waktu sekitar 2 bulan di Mei dan Juni 2009. Mengenai dugaan perbuatan cabul oral sex, Saksi pelapor baru saja menegaskan tidak ada perubahan bentuk pada alat kelamin terdakwa saat Saksi pelapor melakukan hal tersebut ke Terdakwa” Nira tampak kebingungan dengan semua istilah seks yang baru kali ini dia dengar. “Saya koreksi, mungkin tidak setiap hari” Pak Edwin menyipitkan matanya, pura-pura tidak mengerti dengan ucapan Saksi Pelapor barusan. “Saksi Pelapor, anda berada di bawah sumpah saat membuat BAP dan memberikan saksi di pengadilan ini”

No comments:

Post a Comment

Any comments, share your experience or ask?