29 Juli 2010
Sidang kali ini memasuki
pemeriksaan para saksi pelapor. Pemeriksaan dilakukan tertutup karena kasus
yang kami tangani adalah kasus tindak pidana asusila, para wartawan yang sedari
pagi mengerubungi kantor pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunggu di luar
ruangan sidang. Ruas Jalan di sekitar Jalan Ampera sempat macet tadi, terutama
karena ada beberapa stasiun TV, termasuk Stasiun Berita TwentyOne yang ikut
meliput dan mengupdate kasus ini.
Pak Edwin, salah satu pengacara
senior di Firma Hukum kami memulai pertanyaannya ke Saksi Pelapor/ korban dalam
kasus ini. Penampilan lelaki berusia 44
tahun ini sungguh terlihat sangat berwibawa, jika beliau memulai pembicaraan orang-orang
di sekitarnya akan diam memperhatikan dan menyimak. Sepertinya kau harus banyak
belajar jika ingin menjadi pengacara yang sukses. "Saksi Pelapor, berapa
usia saksi saat kejadian yang Saksi Pelapor sebutkan terjadi sekitar bulan Mei
dan Juni 2009?” ’19 tahun”. “Apakah selama remaja hingga saat kejadian Saksi pernah
pacaran?" Nira mengernyitkan dahinya dan menoleh ke pengacaranya. Hakim
Ketua dengan gaya serius membenarkan kacamata yang sudah turun di tengah-tengah
tulang hidungnya. "Maaf Pak Hakim, pertanyaan saya sangat relevan dengan
kasus ini, terutama tentang laporan di BAP yang menyatakan Saksi Pelapor/
Korban telah beberapa kali dalam keadaan tidak berdaya dipaksa untuk melakukan
oral sex ke terdakwa di lokasi kejadian.
Nira
menjawab dengan tegas, "Tidak pernah, Mama saya sangat protektif" "Apakah saat anda melakukan oral sex, dari awal anda mulai
melakukan hingga sesuai pernyataan anda di BAP alat kelamin terdakwa
mengeluarkan sperma, ada perubahan bentuk pada alat kelamin tersebut? " Gadis
berkacamata ini nampak kebingungan, kembali ia menoleh ke pengacaranya,
seolah-olah meminta arahan jawaban. "Saksi pelapor, mohon jawab pertanyaan
saya" tegas Pak Edwin. "Saya tidak mengerti maksud pertanyaan Pak
Pengacara" Sejenak ruangan hening. Aku pura-pura tekun membaca berkas
pembelaan kami dengan mimik muka serius.
Jika bisa memilih, aku ingin menutup
kedua lubang telingaku dengan sumbatan kapas atau earphone supaya tidak
mendengar kata-kata yang baru kali ini aku dengar di ruang publik sebagai
wanita dewasa. Pikiranku menerawang ke masa SMA, aku bersekolah di SMA khusus
para perempuan. Saat itu di penghujung tahun ajaran semester 2, Suster kepala
sekolah kami menemani konsultan psikolog yang memberikan pendidikan sex ke kami
para pelajar perempuan. Rasanya berada dalam situasi yang sangat tidak nyaman
harus menonton presentasi tentang sex dan alat reproduksi di depan Suster yang
kami takuti.
Saat itu sang psikolog perempuan menjelaskan tentang perubahan
badan laki-laki dan perempuan saat akil balik, proses reproduksi, mengapa bisa
terjadi kehamilan, reaksi laki-laki dan perempuan saat terangsang dan
lain-lain. Padahal selama ini kami sering mencuri-curi informasi tentang sex,
dan tertawa terbahak-bahak saat ketua kelas menceritakan humor ala mahasiswa
yang berbau-bau seks. Dan pengalaman yang tidak nyaman ini kembali terulang 2
minggu lalu, saat Pak Hamonangan meminta kami para pengacara junior mempelajari
video tentang sex. Untuk kali kedua aku belajar teori tentang sex, dan kali ini
di ruangan rapat kantor kami.
Ada banyak hal janggal dari semua laporan
kejadian Saksi pelapor mengenai perbuatan cabul jika kasus ini dianalisis
dengan cermat. Aku yang semula malas menjadi bagian tim ini, menjadi semangat,
merasakan diriku seolah-olah bagian dari para detektif di film CSI. Pak Edwin
makin mencecar saksi pelapor dengan pertanyaan-pertanyaannya yang tajam dan
cerdas. Aku makin mengagumi seniorku di Fakultas Hukum ini. “Pak hakim, saya
meragukan telah terjadi oral sex baik terhadap Saksi Pelapor dan terdakwa,
karena berdasarkan Visum Et Reptum, tidak ada hymen / selaput dara yang rusak”
Pak Edwin menunjuk pada bukti nomor 8, Hasil Visum Et Reptum dari Dokter di
Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo. “ Padahal menurut saksi Pelapor terdakwa
telah melakukan perbuatan cabul setiap hari dalam kurun waktu sekitar 2 bulan
di Mei dan Juni 2009. Mengenai dugaan perbuatan cabul oral sex, Saksi pelapor baru
saja menegaskan tidak ada perubahan bentuk pada alat kelamin terdakwa saat Saksi
pelapor melakukan hal tersebut ke Terdakwa” Nira tampak kebingungan dengan
semua istilah seks yang baru kali ini dia dengar. “Saya koreksi, mungkin tidak
setiap hari” Pak Edwin menyipitkan matanya, pura-pura tidak mengerti dengan
ucapan Saksi Pelapor barusan. “Saksi Pelapor, anda berada di bawah sumpah saat
membuat BAP dan memberikan saksi di pengadilan ini”
No comments:
Post a Comment
Any comments, share your experience or ask?