“Enane
taram agan iwiatongengee, Em arap nap atendak, mesin arop nap atendak, oleh
arop nap atendak, ib arop nan atendak. Kela arop nap atendak iatong heno! Inak
juo onen diamo!”
Artinya: “Anak-anak, mengapa berbuat
demikian, padahal kamu tahu bahwa pohon itu adalah diriku, anjing itu adalah
aku, air itu juga diriku, tanah pun aku, dan batu itu pun diriku. Berbuatlah
semaumu, aku akan mengawasimu! ”(Tom Beanal, kepala suku Amungme, Magaboarat
Negel Jombei-Peibei 1997
Prolog
Washington DC, 1961
Ketiga lelaki tegap itu bergegas menyusuri lorong
menuju ruang berbentuk oval. Ketiganya serempak memberikan hormat pada
laki-laki muda yang duduk di hadapan mereka dan mengepit topi mereka di lengan
kanan. "Mr President, we are in crucial situation. Soekarno already uttered want to have USSR as
his ally. He said Indonesia army will be well-equipped by Uni Soviet. We have
to stop that, we have interest and premises in Vietnam and The Philippines!
Soekarno will jeopardize our interest in South East Asia"
Lelaki muda tampan yang dipanggil Mr Presiden
tampak serius mencermati laporan dari Direktur CIA. Sambil mengingat-ingat
informasi yg diberikan staf bagian Asia Tenggara tentang Indonesia, negara yang
baru ia dengar namanya dan presiden yang katanya berani, Soekarno.
"Indonesia's president has declared their new
philosophy, national-religion-communism! Communism, for God sake!"
Komandan Air Force One tampak serius menekankan kata terakhir, "and we
have interest in Papua too. John, according to Goldport those Mountains in
Papua contain very huge of gold ore"
Bab 1
Negeri di Atas Awan
Rumput-rumput
hijau segar menggelinjang riang saat saat chopper biru muda yang kunaiki
mendekati lapangan. Rumput-rumput liar itu tak kuasa menahan diri karena
gerakan baling-baling helikopter. Setelah helikopter mendarat di helipad, tanpa
sadar bibirku melafalkan pujian kepada penguasa alam semesta. Aku sudah menjauh
dari Amolepura yang tengah kisruh karena mogok kerja selama 3 bulan ini belum
membuahkan hasil.
Helipad di bandara Moses Kilangin adalah lapangan
luas yang dihiasi rumput liar hijau muda segar setinggi 40 cm di pinggirannya.
Bandara di Timika ini dinamakan sesuai nama seorang tokoh guru dan misionaris
dari Suku Amungme yang dihormati, Moses Kilangin. Beberapa tentara mengenakan
seragam loreng hijau tampak bersliweran di Bandara selama mogok kerja yang
kedua ini. Ini mogok terlama yang pernah terjadi di Amolepura, sudah berjalan
lebih dari 3 bulan dan entah kapan akan berakhir dengan kesepakatan antara dua
kubu.
Mungkin hanya di sini tentara bersenjata laras
panjang bertebaran di Bandara. Sekarang aku tahu perasaan temanku Husni,
mahasiswa Teknik Tambang ITB asal Aceh yang aku kenal saat aku ikut pengajian
di Mesjid Salman ITB. Saat itu aku ingin membuat skripsi tentang studi kasus
mengenai hak referendum dalam penyelesaian konflik di Aceh dan Timor Timur.
Husni sering menceritakan masa kecilnya di Pidie saat Aceh masih menjadi DOM
(Daerah Operasi Militer). Trauma masa kecil melihat tentara berpakaian
loreng-loreng hijau hilir mudik di desa mencari orang yang dituduh anggota GAM
(Gerakan Aceh Merdeka) masih menghinggapinya hingga ia dewasa.
Tentara sering mengumpulkan warga desa di tempat
yang lapang untuk menciduk orang yang diduga terlibat GAM. Masalahnya, tidak
seperti orang Jawa yang menamakan anaknya dengan nama yang panjang, di Aceh
orang hanya memberi nama dengan satu kata yang biasanya nama Islam, seperti
Ahmad, Muhammad, Husin, Hasan, Abdullah, Husni, Salim dan lain-lain. Sehingga
sulit bagi tentara jika harus mencari orang bernama Ahmad, karena bisa jadi di
satu desa ada belasan laki-laki dewasa bernama Ahmad. Ayah Husni pernah dibawa
oleh tentara-tentara dari Pulau Jawa itu, dan setelah itu Husni dan adiknya
tidak pernah tahu berita tentang ayahnya. Pelan -pelan Husni dan teman-temannya
mulai membiasakan kehadiran para tentara di desa mereka termasuk suara tembakan
pistol saat mereka sedang belajar di sekolah.
Setelah melewati pemeriksaan 3 tahap
dan berusaha tersenyum pada tentara yang ikut menjaga di 3 titik tadi, aku
menarik nafas lega dan duduk di ruang tunggu. Cuaca di Amolepura terutama di
sekitar helipad beberapa hari ini memang kurang bagus, kabut seakan ingin
menguasai langit Amolepura mendramatisasi keadaan yang sangat mencekam selama
pemogokan karyawan non staff. Karena takut bis cuti akan diteror karyawan yang
mogok di sekitar gorong-gorong di Timika (MP/Mille Point 28), bis cuti untuk
karyawan non staff tersebut tidak beroperasi hingga ada perkembangan yang lebih
kondusif. Aku sudah khawatir tidak dapat terbang dengan chopper hari ini karena
karyawan non staff yang cuti diberi dispensasi boleh naik chopper untuk turun
dari Amolepura ke Timika, padahal aku memesan penerbangan ke Jakarta di hari
yang sama. Sepanjang perjalanan 15 menit di helikopter tadi, hatiku komat kamit
zikir berharap semuanya sesuai dengan rencanaku. Temanku Jojo sebenarnya sudah
mengingatkan, "Mace, ko harusnya pesan tiket untuk hari berikutnya.
Tra tahu kah keadaan di bawah sedang kacau? Apalagi ko naik
Garuda yang terbang lebih awal dari Airfast!"
Sekarang aku bisa tersenyum, masih
ada sisa waktu 2 jam. Orang-orang nampak lega bisa meninggalkan Amolepura,
begitu juga aku tentunya. Sudah 3 bulan kami didera suasana mencekam. 3 bulan
kami seperti makan gaji buta, tidak bekerja, karena koordinator lapangan SPSI
menahan kami untuk bekerja. Hanya beberapa orang di bagian Administrasi yang
tetap datang ke kantor untuk mendata karyawan karena banyak yang terpaksa ikut
mogok karena diteror. Ada yang baru kembali dari cuti dan tidak bisa naik kerja
ke Amolepura, karena bis cuti karyawan tidak bisa beroperasi.
Keadaan di dalam Amolepura semakin
hari semakin panas, perusahaan menambah pasukan polisi dan tentara yang menjaga
kompleks penambangan Rumor beredar bahkan ada beberapa anggota CIA didatangkan
ke Amolepura. Beberapa mobil Ford warna oranye terang berisi bule, tentara dan
polisi sering berpatroli ke Hidden Valley dan MP 68 (Mille point 68). Kadang
–kadang mereka seperti over acting memamerkan kejantannya, datang makan
di messhall dan menaruh senjata laras panjang mereka di atas meja makan.
Kami makin biasa mendengar suara tembakan, gosip yang beredar kepala suku di
Banti dan desa-desa sekitar kompleks penambangan ini akan ikut demo dan naik ke
Amolepura. Pernah suatu siang saat sedang mendata karyawan, tiba-tiba terdengar
tembakan di MP 73 sebanyak 7 kali. Kami semua segera berhamburan ke depan
kantor membawa tas, siap untuk melarikan diri ke barak.
“Ada apa Linus?” bosku
dengan tegang bertanya ke Linus, bagian Industrial relation di kantor kami.
“Sebentar Pace, saya cek dulu dengan
bagian keamanan”
Kami sibuk menghibur diri dengan cerita-cerita
lucu, walau tawa yang keluar terdengar sedikit getir.
Beberapa menit kemudian Linus
mendekati kami.
“Ah, itu hanya tembakan peringatan
dari tentara karena ada meno yang mau naik ke atas di MP 73 dari Kali
Kabur! Informasi dari Bagian Keamanan sekarang su aman untuk kerja. Ayo
teman, tong jangan lau-lau, macam makan gaji buta!” Linus
tertawa-tawa geli.
Buat dia orang Amungme yang sudah
bekerja di sini lebih dari 10 tahun, mungkin sudah terbiasa dengan keaadaan
seperti ini, mogok kerja, demo dengan lempar batu dan membawa panah, penembakan
bis yang membawa jatuh korban, tapi buat aku yang baru bekerja 1 tahun, rasanya
aneh di negara yang mempunyai pemerintahan, tetapi penembakan dianggap hal
biasa.
Aku bergidik, ingin melupakan
kejadian selama 3 bulan terakhir. “Uhm yang penting sekarang aku sudah cuti, mau
liburan ke Adelaide!” tanpa sadar bibirku bisa membentuk seulas senyum yang ikhlas sambil mendengar lagu-lagu
ceria. Saat lagu “Close to you” dari Cranberries mengalun, pikiranku
melayang-layang ke pertemuan pertama aku dengan Finn, si laki-laki anti sosial
di kantor, sang Seldon Copper dari Amolepura. Bagaimana aku yang tadinya benci
dengan laki-laki yang mirip robot itu semakin hari penilaian aku tentang dia berubah. Ini
semua diawali dengan kejadian di Jumat pekan ke 3 saat dia akhirnya dia berani
menyapaku dengan malu-malu. Aku bisa melihat warna merah di kedua pipinya yang putih pucat.
Helipad di bandara Moses Kilangin adalah lapangan luas yang dihiasi rumput liar hijau muda segar setinggi 40 cm di pinggirannya. Bandara di Timika ini dinamakan sesuai nama seorang tokoh guru dan misionaris dari Suku Amungme yang dihormati, Moses Kilangin. Beberapa tentara mengenakan seragam loreng hijau tampak bersliweran di Bandara selama mogok kerja yang kedua ini. Ini mogok terlama yang pernah terjadi di Amolepura, sudah berjalan lebih dari 3 bulan dan entah kapan akan berakhir dengan kesepakatan antara dua kubu.
Mungkin hanya di sini tentara bersenjata laras panjang bertebaran di Bandara. Sekarang aku tahu perasaan temanku Husni, mahasiswa Teknik Tambang ITB asal Aceh yang aku kenal saat aku ikut pengajian di Mesjid Salman ITB. Saat itu aku ingin membuat skripsi tentang studi kasus mengenai hak referendum dalam penyelesaian konflik di Aceh dan Timor Timur. Husni sering menceritakan masa kecilnya di Pidie saat Aceh masih menjadi DOM (Daerah Operasi Militer). Trauma masa kecil melihat tentara berpakaian loreng-loreng hijau hilir mudik di desa mencari orang yang dituduh anggota GAM (Gerakan Aceh Merdeka) masih menghinggapinya hingga ia dewasa.
Tentara sering mengumpulkan warga desa di tempat yang lapang untuk menciduk orang yang diduga terlibat GAM. Masalahnya, tidak seperti orang Jawa yang menamakan anaknya dengan nama yang panjang, di Aceh orang hanya memberi nama dengan satu kata yang biasanya nama Islam, seperti Ahmad, Muhammad, Husin, Hasan, Abdullah, Husni, Salim dan lain-lain. Sehingga sulit bagi tentara jika harus mencari orang bernama Ahmad, karena bisa jadi di satu desa ada belasan laki-laki dewasa bernama Ahmad. Ayah Husni pernah dibawa oleh tentara-tentara dari Pulau Jawa itu, dan setelah itu Husni dan adiknya tidak pernah tahu berita tentang ayahnya. Pelan -pelan Husni dan teman-temannya mulai membiasakan kehadiran para tentara di desa mereka termasuk suara tembakan pistol saat mereka sedang belajar di sekolah.
Bab ...
Kelaminmu Martabatmu
Lampu dari salah satu kamar di lantai tiga barak
L menyala, sebentar kemudian redup. 30 detik setelahnya jendela di kamar
itu terang, lalu gelap. Terang dan gelap ini membuat pola dengan interval 30
detik hingga setelah nyala ketujuh kamar tersebut gelap. Sebuah sosok bertopi
melesat dalam gelap dari arah jembatan. Dia menerobos kabut pekat tidak
gentar dengan gemuruh suara air sungai yang beriak lantang di bawah jembatan.
Sosok bertopi melangkah maju ke bangunan empat lantai di hadapannya dan
dengan perlahan menapaki anak-anak tangga. Sementara di seberang sana seorang
lelaki tinggi besar berbisik di handy talky, “Babi 2 pada Babi 1, kita bisa
mulai memangsa kucing kawin sekarang, komandan?”
"Babi
1 pada babi 2 , tunggu dulu biarkan mereka beraksi! Babi 3 dan Babi 4 kalian
masih siaga?"
"Babi
3 pada babi 1, kami tunggu perintah komandan"
"Babi
4 pada babi 1 saya juga komandan"
"OK
kalian tunggu komando saya" Babi 1 menaruh handy talkienya di sisi kanan
celana dan kembali memonitor sosok bertopi.
"Babi 3 pada babi 1, kami tunggu perintah komandan" "Babi 4 pada babi 1 saya juga komandan" "OK kalian tunggu komando saya" Babi 1 menaruh handy talkienya di sisi kanan celana dan kembali memonitor sosok bertopi.
Bayangan sosok bertopi itu
sekarang berjingkat menuju 1 kamar di ujung lorong sebelah kanan lantai 3. Dia
mengetuk pintu 7 kali. Tanpa jeda pintu terbuka, laki-laki di dalam langsung
menariknya masuk ke kamar dan segera menutup pintu. Hanya ada suara kecupan,
desahan, grudak-gruduk, tempat tidur besi bertingkat berderit setelahnya. Hanya
Tuhan dan mereka berdua yang tahu apa yang terjadi di balik kamar sempit
itu.
"Babi 2, 3 dan 4 sekarang kita naik!"
Sang
komandan segera keluar dari kegelapan, diikuti tiga laki-laki tegap berhelm
putih dari arah berlainan. Barak khusus karyawan pria non staf berlantai empat
ini memang sepi di Sabtu malam. Sebagian karyawan turun ke Timika mencari
hiburan malam, sebagian lain cukup puas menikmati hiburan seadanya, musik dan
makanan kuliner Indonesia di Cafe Honai. Sebagian lain cuti dan karyawan yang
besok mempunyai shift kerja sudah tertidur pulas dari jam 8 malam saat langit
Subuh masih gelap, mereka sudah harus siap menanti bis ke tempat kerja.
Mirip
adegan penyergapan di film detektif Hollywood, keempat orang tadi sudah berdiri
dengan posisi siaga di depan pintu kamar L325.
"Siap?" Komandan menoleh ke kiri dan
kanan memastikan ketiga anggotanya dalam keadaan siap beraksi. Namun adegan
berikutnya hanyalah anti klimaks dari adegan sebelumnya, tidak sedramatis film
kriminal hollywood. Sang komandan membuka akses pintu dengan kartu ID
karyawannya. Dalam sekejap tanpa ada tendangan keras di pintu, ruangan terbuka.
Keempat orang anggota penjaga Keamanan langsung menyalakan senter yang biasa
dipakai pekerja tambang di dalam gunung. Keempat nyala senter itu
berputar-putar mencari target dan berhenti beririsan di satu titik yang membuat
pantat perempuan montok terlihat sangat jelas di gelap kamar. Sepasang manusia
yang tengah melepas nafsu, tampak kaget dengan kehadiran tamu tak diundang.
Sang perempuan yang tadi bergelinjang di atas tubuh laki-laki tak berpakaian,
jatuh ke lantai. Bruk! Kedua tangannya sibuk mencari-cari jaket atau apapun untuk
menutupi tubuh montoknya.
“Kalian
saya berikan waktu 10 menit untuk berpakaian!” keempat petugas penjaga keamanan
Perusahaan meninggalkan dua insan dimabuk nafsu ini di dalam kamar.
Tanganku
meraba-raba meja di sebelah kanan tempat tidur, mencari sumber suara. “Rasanya
aku tidak mengatur jam untuk bangun di tengah malam!” keluhku dalam hati masih
dengan mata tertutup. Kumatikan Jam waker di meja. Tapi suara itu masih
ada.
"Orang
gila mana yang menelpon tengah malam begini? Orang Jakarta ngga tahu ya di
Papua sudah midnite?” aku mulai bersumpah serapah
Di
Amolepura, lewat jam 9 kota kecil ini seperti kota mati, sunyi senyap, dingin
dibalut kabut putih pekat. Semua orang sudah asyik dalam mimpinya, berlindung
dari dinginnya Amolepura dengan bantuan alat pemanas di dalam kamar.
Tengah malam, kami sudah terlelap dalam mimpi-mimpi.
"Malaaam”
"Selamat
malam Ibu Raisa”
Aku
melihat layar telepon seluler, bukan nomor Jakarta.
“Maaf
mengganggu Ibu Raisa, kami dari Satuan penjaga keamanan Amolepura. Malam ini
ada salah 1 karyawannya tertangkap tangan melakukan perbuatan zina di barak
L"
Mataku
yang tadi setengah terbuka langsung terbelalak.
"Maaf
Pak, bisa disebutkan nama, nomor identitas karyawan dan departemennya? Mungkin
Bapak salah orang" Di area konsesi ini banyak perusahaan privatisasi dan
kontraktor, jadi mungkin saja orang yang tertangkap bukan kolegaku.
Laki-laki
Jawa di seberang telpon menyebutkan nama karyawan tadi.
"Non
staff?"
"Ya
Bu Raisa, dari barak L" jelasnya.
Ah
pertanyaan bodoh macam apa yang baru saja kutanyakan? Semua orang tahu Barak L
salah satu dari sekian barak untuk karyawan non staff.
Aku
menggeleng-gelengkan kepala. Setelah belasan tahun bekerja di bidang SDM baru
kali ini menangani masalah karyawan yang tertangkap melakukan perbuatan asusila
di lokasi dan aset Perusahaan dengan seorangg karyawati. Terlebih lagi fakta
yang mengagetkanku karyawan ini sudah mempunyai istri di Jakarta sana! Ancaman
hukuman dari pelanggaran ini tidak bisa dinegosiasi, dia hrs diPHK tanpa
pesangon dan secepatnya harus hengkang dari Amolepura. Tidak ada ampunan untuk
karyawan yang masih dalam ikatan pernikahan berzina di area konsesi tambang.
PHK dengan tidak hormat, itulah hukumanmu!
Budaya
di Amolepura, perusahaan tambang emas dari Lousiana, Amerika Serikat ini
sebenarnya sangat Amerika. Petunjuk umum dan fasilitas ditulis Petunjuk umum
dan fasilitas ditulis dalam bahasa Inggris, contohnya aula makan dinamakan mess
hall, titik point disebut mille point bukan kilometer, nama jalan dinamakan
Street 1 hingga Street 30, pengelompokkan dengan nama Inggris Hidden Valley,
Rainbow atau Ridge Camp dan lain-lain istilah berbau Amerika. Acara barbeque
gratis diadakan tiap Minggu siang, belum lagi pesta halloween di Cafe Lupa
Lelah dengan sajian musik & aneka minuman keras dari bir hingga yang
termahal seperti wine, vodka, atau champagne dengan peserta pesta yang heboh
mengenakan kostum horor ala film Hollywood.
Sebenarnya
sejak belasan tahun lalu selalu ada gosip tentang karyawan dan karyawati yang
tersandung perkara esek-esek ini. Kebanyakan antara sesama lajang tapi ada pula
lelaki beristri dengan karyawati lajang. Tetap saja peristiwa yang sama
terulang. Entah karena udara malam yang dinginnya mengalahkan Puncak Pas,
Bogor. Mungkin juga karena stress di tempat kerja dan hasrat laki-laki dewasa
yang tidak tersalurkan setelah sekian purnama. Entah karena cinta lokasi berada
di daerah pedalaman Papua selama sekian bulan yang membuat empati dengan
mudahnya tumbuh di hati keduanya. Kalau pelaku sama-sama bujangan, dalam waktu
tiga bulan keduanya harus menikah. Jika menolak dinikahkan? Siap-siap angkat
koper dari Amolepura untuk selama-lamanya. Pikiran usilku tidak bisa
membayangkan bagaimana jika mereka melakukan hubungan seksual karena keisengan
nafsu nakal mereka sementara keduanya atau pihak pria sama sekali tidak ada
perasaan cinta? Neraka seperti apa yang akan mereka hadapi jika harus tinggal
serumah dengan orang yang tidak mereka cintai? Pasti mereka akan menyumpahi
nafsu keparat yang tidak bisa mereka kendalikan dengan bijak.
Gosip
di kota kecil ini mudah menyebar seperti bau busuk ikan yang walau
disembunyikan akan tercium juga. Dalam hitungan detik rumor akan menyebar dari
mulut ke mulut. Para pewarta gosip pun akan senang menceritakan nasib sial
orang. Keesokan harinya si pelaku perempuan menjadi musuh bersama para
karyawan perempuan dan istri-istri karyawan. Semua mata memandang dengan
tatapan menyelidik, wajah-wajah sok suci yang menghakimi mereka orang terkotor.
Sementara karyawan yang lain menertawakan kebodohan mereka, kenapa bisa
tertangkap Pertugas keamanan perusahaan. Yang lainnya berkomentar, "Bodoh,
kenapa ngga bisa nahan untuk check in di Timika?" Karyawan yang tidak mau ketinggalan
berita, akan segera mengecek nama, wajah, departemen dan barak si pelaku
asusila di portal perusahaan.
Salah satu gosip yang cukup heboh ketika ada berita salah seorang kapster di Salon Derry di Shopping Family tertangkap sedang berhubungan badan dengan karyawan beristri di dalam mobil Ford Perusahaan. Sang kapster dikabarkan stylist dari ibu pejabat tertinggi di Amolepura. Tanpa diperintah semua karyawan yang ingin tahu kelanjutan gosip ini langsung melihat data si kapster di website, datanya belum dihapus, berarti dia masih belum diusir dari Amolepura. Hingga beberapa hari kemudian, kami tidak menemukan data Mbak Kapster yang ramah. Mungkin Ibu Pejabat merasa tidak enak dianggap tebang pilih, terpaksa beliau harus mengalahkan kepentingan pribadinya untuk selalu terlihat cantik dan rapi dengan rambut sasak tinggi, ciri khas ibu-ibu pejabat Indonesia. Gosip lain beredar, Ibu Pejabat tetap mempertahankan sang mbak Kapster karena mbak ini piawai menata rambutnya tetapi kapster dari desa di Jawa Tengah ini mengajukan pengunduruan diri, tidak tahan dengan tatapan sinis ibu-ibu di Amolepura.
Salah satu gosip yang cukup heboh ketika ada berita salah seorang kapster di Salon Derry di Shopping Family tertangkap sedang berhubungan badan dengan karyawan beristri di dalam mobil Ford Perusahaan. Sang kapster dikabarkan stylist dari ibu pejabat tertinggi di Amolepura. Tanpa diperintah semua karyawan yang ingin tahu kelanjutan gosip ini langsung melihat data si kapster di website, datanya belum dihapus, berarti dia masih belum diusir dari Amolepura. Hingga beberapa hari kemudian, kami tidak menemukan data Mbak Kapster yang ramah. Mungkin Ibu Pejabat merasa tidak enak dianggap tebang pilih, terpaksa beliau harus mengalahkan kepentingan pribadinya untuk selalu terlihat cantik dan rapi dengan rambut sasak tinggi, ciri khas ibu-ibu pejabat Indonesia. Gosip lain beredar, Ibu Pejabat tetap mempertahankan sang mbak Kapster karena mbak ini piawai menata rambutnya tetapi kapster dari desa di Jawa Tengah ini mengajukan pengunduruan diri, tidak tahan dengan tatapan sinis ibu-ibu di Amolepura.
Di
Amolepura ada kekuasaan “the invisible hand”. Mereka ini adalah
istri-istri para karyawan yang mendapat perumahan di dalam Amolepura. Mereka
berdandan seperti ingin pergi ke catwalk, walaupun hanya akan belanja
keperluan sehari-hari di Hero di Komplek Shopping Family. Seolah-olah ingin
berlomba-lomba memamerkan berapa besar gaji suami mereka dari tas, sepatu boot
gaya dan pakaian trendy yang mereka kenakan. Kegiatan mereka hanya sekitar gym
dan shopping Family, merakalah the invisible Goddes. Para istri karyawan
itu, mempunyai kekuasaan super, mereka bisa memaksa manajemen memulangkan
karyawati yang mereka anggap membahayakan stabilitas keamanan dalam negeri
rumah tangga mereka.Walaupun tidak semua ibu-ibu berhura-hura menghabiskan uang
suami, ada sebagian yang menyibukkan diri di kegiatan keagamaan atau memasak
untuk dijual di Cafe Honay.
Pak Komandan Penjaga Keamanan Perusahaan tadi melaporkan, mereka berdua sudah dijadikan target operasi karena ada beberapa orang yang melaporkan mereka. Aku ikut ngeri membayangkan nasib si gadis yang malam ini tertangkap melakukan hubungan seks dengan suami orang di barak karyawan pria. Apakah tidak tercoreng wajah orangtuanya, anak yang diharapkan menopang ekonomi keluarga di desa di Sulawesi, pulang dengan nama tidak terhormat. Kalau pun dia tidak didepak oleh managernya, dia harus tahan dengan tatapan mata-mata yang melabelkannya sebagai wanita jalang penggoda suami orang. Walaupun sudah rahasia umum, para pria di sini sangat agresif menggoda para perempuan lajang dengan segala teknik merayu yang mutakhir. Perempuan di Situs Tambang haruslah pintar menjaga kehormatannya tanpa harus dibilang sombong. Hah kenapa aku yang harus pusing memikirkan dia? Aku sudah dibuat sengsara besok Minggu harus menemani kolegaku ke kantor polisi di dekat Banti Waa karena kasus ini. Gadis ini sudah dewasa untuk bisa berpikir resiko dari perbuatan gilanya karena napsu asmara buta. Tanpa sadar aku sudah kembali tertidur.
Pak Komandan Penjaga Keamanan Perusahaan tadi melaporkan, mereka berdua sudah dijadikan target operasi karena ada beberapa orang yang melaporkan mereka. Aku ikut ngeri membayangkan nasib si gadis yang malam ini tertangkap melakukan hubungan seks dengan suami orang di barak karyawan pria. Apakah tidak tercoreng wajah orangtuanya, anak yang diharapkan menopang ekonomi keluarga di desa di Sulawesi, pulang dengan nama tidak terhormat. Kalau pun dia tidak didepak oleh managernya, dia harus tahan dengan tatapan mata-mata yang melabelkannya sebagai wanita jalang penggoda suami orang. Walaupun sudah rahasia umum, para pria di sini sangat agresif menggoda para perempuan lajang dengan segala teknik merayu yang mutakhir. Perempuan di Situs Tambang haruslah pintar menjaga kehormatannya tanpa harus dibilang sombong. Hah kenapa aku yang harus pusing memikirkan dia? Aku sudah dibuat sengsara besok Minggu harus menemani kolegaku ke kantor polisi di dekat Banti Waa karena kasus ini. Gadis ini sudah dewasa untuk bisa berpikir resiko dari perbuatan gilanya karena napsu asmara buta. Tanpa sadar aku sudah kembali tertidur.
kapan releasenya kak? ^^
ReplyDelete@yunita smoga Feb 2014 ya insya Allah
ReplyDelete