Trip With Sari Musdar

Trip With Sari Musdar
Spring Euro Trip With Sari Musdar

Facebook Badge

2013/11/28

Amole (my next novel after Cinderella in Paris)

“Enane taram agan iwiatongengee, Em arap nap atendak, mesin arop nap atendak, oleh arop nap atendak, ib arop nan atendak. Kela arop nap atendak iatong heno! Inak juo onen diamo!”




Artinya: “Anak-anak, mengapa berbuat demikian, padahal kamu tahu bahwa pohon itu adalah diriku, anjing itu adalah aku, air itu juga diriku, tanah pun aku, dan batu itu pun diriku. Berbuatlah semaumu, aku akan mengawasimu! ”(Tom Beanal, kepala suku Amungme, Magaboarat Negel Jombei-Peibei 1997













Prolog



Washington DC, 1961

Ketiga lelaki tegap itu bergegas menyusuri lorong menuju ruang berbentuk oval. Ketiganya serempak memberikan hormat pada laki-laki muda yang duduk di hadapan mereka dan mengepit topi mereka di lengan kanan. "Mr President, we are in crucial situation. Soekarno already uttered want to have USSR as his ally. He said Indonesia army will be well-equipped by Uni Soviet. We have to stop that, we have interest and premises in Vietnam and The Philippines! Soekarno will jeopardize our interest in South East Asia"
Lelaki muda tampan yang dipanggil Mr Presiden tampak serius mencermati laporan dari Direktur CIA. Sambil mengingat-ingat informasi yg diberikan staf bagian Asia Tenggara tentang Indonesia, negara yang baru ia dengar namanya dan presiden yang katanya berani, Soekarno.
"Indonesia's president has declared their new philosophy, national-religion-communism! Communism, for God sake!" Komandan Air Force One tampak serius menekankan kata terakhir, "and we have interest in Papua too. John, according to Goldport those Mountains in Papua contain very huge of gold ore"

 

Bab 1

Negeri di Atas Awan

 

Rumput-rumput hijau segar menggelinjang riang saat saat chopper biru muda yang kunaiki mendekati lapangan. Rumput-rumput liar itu tak kuasa menahan diri karena gerakan baling-baling helikopter. Setelah helikopter mendarat di helipad, tanpa sadar bibirku melafalkan pujian kepada penguasa alam semesta. Aku sudah menjauh dari Amolepura yang tengah kisruh karena mogok kerja selama 3 bulan ini belum membuahkan hasil.
Helipad di bandara Moses Kilangin adalah lapangan luas yang dihiasi rumput liar hijau muda segar setinggi 40 cm di pinggirannya. Bandara di Timika ini dinamakan sesuai nama seorang tokoh guru dan misionaris dari Suku Amungme yang dihormati, Moses Kilangin. Beberapa tentara mengenakan seragam loreng hijau tampak bersliweran di Bandara selama mogok kerja yang kedua ini. Ini mogok terlama yang pernah terjadi di Amolepura, sudah berjalan lebih dari 3 bulan dan entah kapan akan berakhir dengan kesepakatan antara dua kubu.
Mungkin hanya di sini tentara bersenjata laras panjang bertebaran di Bandara. Sekarang aku tahu perasaan temanku Husni, mahasiswa Teknik Tambang ITB asal Aceh yang aku kenal saat aku ikut pengajian di Mesjid Salman ITB. Saat itu aku ingin membuat skripsi tentang studi kasus mengenai hak referendum dalam penyelesaian konflik di Aceh dan Timor Timur. Husni sering menceritakan masa kecilnya di Pidie saat Aceh masih menjadi DOM (Daerah Operasi Militer). Trauma masa kecil melihat tentara berpakaian loreng-loreng hijau hilir mudik di desa mencari orang yang dituduh anggota GAM (Gerakan Aceh Merdeka) masih menghinggapinya hingga ia dewasa.
Tentara sering mengumpulkan warga desa di tempat yang lapang untuk menciduk orang yang diduga terlibat GAM. Masalahnya, tidak seperti orang Jawa yang menamakan anaknya dengan nama yang panjang, di Aceh orang hanya memberi nama dengan satu kata yang biasanya nama Islam, seperti Ahmad, Muhammad, Husin, Hasan, Abdullah, Husni, Salim dan lain-lain. Sehingga sulit bagi tentara jika harus mencari orang bernama Ahmad, karena bisa jadi di satu desa ada belasan laki-laki dewasa bernama Ahmad. Ayah Husni pernah dibawa oleh tentara-tentara dari Pulau Jawa itu, dan setelah itu Husni dan adiknya tidak pernah tahu berita tentang ayahnya. Pelan -pelan Husni dan teman-temannya mulai membiasakan kehadiran para tentara di desa mereka termasuk suara tembakan pistol saat mereka sedang belajar di sekolah.


Setelah melewati pemeriksaan 3 tahap dan berusaha tersenyum pada tentara yang ikut menjaga di 3 titik tadi, aku menarik nafas lega dan duduk di ruang tunggu. Cuaca di Amolepura terutama di sekitar helipad beberapa hari ini memang kurang bagus, kabut seakan ingin menguasai langit Amolepura mendramatisasi keadaan yang sangat mencekam selama pemogokan karyawan non staff. Karena takut bis cuti akan diteror karyawan yang mogok di sekitar gorong-gorong di Timika (MP/Mille Point 28), bis cuti untuk karyawan non staff tersebut tidak beroperasi hingga ada perkembangan yang lebih kondusif. Aku sudah khawatir tidak dapat terbang dengan chopper hari ini karena karyawan non staff yang cuti diberi dispensasi boleh naik chopper untuk turun dari Amolepura ke Timika, padahal aku memesan penerbangan ke Jakarta di hari yang sama. Sepanjang perjalanan 15 menit di helikopter tadi, hatiku komat kamit zikir berharap semuanya sesuai dengan rencanaku. Temanku Jojo sebenarnya sudah mengingatkan, "Mace, ko harusnya pesan tiket untuk hari berikutnya. Tra tahu kah keadaan di bawah sedang kacau? Apalagi ko naik Garuda yang terbang lebih awal dari Airfast!" 

Sekarang aku bisa tersenyum, masih ada sisa waktu 2 jam. Orang-orang nampak lega bisa meninggalkan Amolepura, begitu juga aku tentunya. Sudah 3 bulan kami didera suasana mencekam. 3 bulan kami seperti makan gaji buta, tidak bekerja, karena koordinator lapangan SPSI menahan kami untuk bekerja. Hanya beberapa orang di bagian Administrasi yang tetap datang ke kantor untuk mendata karyawan karena banyak yang terpaksa ikut mogok karena diteror. Ada yang baru kembali dari cuti dan tidak bisa naik kerja ke Amolepura, karena bis cuti karyawan tidak bisa beroperasi. 

Keadaan di dalam Amolepura semakin hari semakin panas, perusahaan menambah pasukan polisi dan tentara yang menjaga kompleks penambangan Rumor beredar bahkan ada beberapa anggota CIA didatangkan ke Amolepura. Beberapa mobil Ford warna oranye terang berisi bule, tentara dan polisi sering berpatroli ke Hidden Valley dan MP 68 (Mille point 68). Kadang –kadang mereka seperti over acting memamerkan kejantannya, datang makan di messhall dan menaruh senjata laras panjang mereka di atas meja makan. Kami makin biasa mendengar suara tembakan, gosip yang beredar kepala suku di Banti dan desa-desa sekitar kompleks penambangan ini akan ikut demo dan naik ke Amolepura. Pernah suatu siang saat sedang mendata karyawan, tiba-tiba terdengar tembakan di MP 73 sebanyak 7 kali. Kami semua segera berhamburan ke depan kantor membawa tas, siap untuk melarikan diri ke barak.

 “Ada apa Linus?” bosku dengan tegang bertanya ke Linus, bagian Industrial relation di kantor kami. 

“Sebentar Pace, saya cek dulu dengan bagian keamanan” 

Kami sibuk menghibur diri dengan cerita-cerita lucu, walau tawa yang keluar terdengar sedikit getir.
Beberapa menit kemudian Linus mendekati kami. 

“Ah, itu hanya tembakan peringatan dari tentara karena ada meno yang mau naik ke atas di MP 73 dari Kali Kabur! Informasi dari Bagian Keamanan sekarang su aman untuk kerja. Ayo teman, tong jangan lau-lau, macam makan gaji buta!” Linus tertawa-tawa geli. 

Buat dia orang Amungme yang sudah bekerja di sini lebih dari 10 tahun, mungkin sudah terbiasa dengan keaadaan seperti ini, mogok kerja, demo dengan lempar batu dan membawa panah, penembakan bis yang membawa jatuh korban, tapi buat aku yang baru bekerja 1 tahun, rasanya aneh di negara yang mempunyai pemerintahan, tetapi penembakan dianggap hal biasa. 

Aku bergidik, ingin melupakan kejadian selama 3 bulan terakhir. “Uhm yang penting sekarang aku sudah cuti, mau liburan ke Adelaide!” tanpa sadar bibirku bisa membentuk seulas senyum yang ikhlas sambil mendengar lagu-lagu ceria. Saat lagu “Close to you” dari Cranberries mengalun, pikiranku melayang-layang ke pertemuan pertama aku dengan Finn, si laki-laki anti sosial di kantor, sang Seldon Copper dari Amolepura.  Bagaimana aku yang tadinya benci dengan laki-laki yang mirip robot itu semakin hari penilaian aku tentang dia berubah. Ini semua diawali dengan kejadian di Jumat pekan ke 3 saat dia akhirnya dia berani menyapaku dengan malu-malu. Aku bisa melihat warna merah di kedua pipinya yang putih pucat.

 

Bab ...

Kelaminmu Martabatmu 

 

Lampu dari salah satu kamar di lantai tiga barak L menyala,  sebentar kemudian redup. 30 detik setelahnya jendela di kamar itu terang, lalu gelap. Terang dan gelap ini membuat pola dengan interval 30 detik hingga setelah nyala ketujuh kamar tersebut gelap. Sebuah sosok bertopi melesat dalam gelap dari arah jembatan.  Dia menerobos kabut pekat tidak gentar dengan gemuruh suara air sungai yang beriak lantang di bawah jembatan. Sosok bertopi  melangkah maju ke bangunan empat lantai di hadapannya dan dengan perlahan menapaki anak-anak tangga. Sementara di seberang sana seorang lelaki tinggi besar berbisik di handy talky, “Babi 2 pada Babi 1, kita bisa mulai memangsa kucing kawin sekarang, komandan?”  

"Babi 1 pada babi 2 , tunggu dulu biarkan mereka beraksi! Babi 3 dan Babi 4 kalian masih siaga?"
"Babi 3 pada babi 1, kami tunggu perintah komandan" "Babi 4 pada babi 1 saya juga komandan" "OK kalian tunggu komando saya" Babi 1 menaruh handy talkienya di sisi kanan celana dan kembali memonitor sosok bertopi.    


Bayangan sosok bertopi itu sekarang berjingkat menuju 1 kamar di ujung lorong sebelah kanan lantai 3. Dia mengetuk pintu 7 kali. Tanpa jeda pintu terbuka, laki-laki di dalam langsung menariknya masuk ke kamar dan segera menutup pintu. Hanya ada suara kecupan, desahan, grudak-gruduk, tempat tidur besi bertingkat berderit setelahnya. Hanya Tuhan dan  mereka berdua yang tahu apa yang terjadi di balik kamar sempit itu.

"Babi 2, 3 dan 4 sekarang kita naik!" 

Sang komandan segera keluar dari kegelapan, diikuti tiga laki-laki tegap berhelm putih dari arah berlainan. Barak khusus karyawan pria non staf berlantai empat ini memang sepi di Sabtu malam. Sebagian karyawan turun ke Timika mencari hiburan malam, sebagian lain cukup puas menikmati hiburan seadanya, musik dan makanan kuliner Indonesia di Cafe Honai. Sebagian lain cuti dan karyawan yang besok mempunyai shift kerja sudah tertidur pulas dari jam 8 malam saat langit Subuh masih gelap, mereka sudah harus siap menanti bis ke tempat kerja. 

Mirip adegan penyergapan di film detektif Hollywood, keempat orang tadi sudah berdiri dengan posisi siaga di depan pintu kamar L325. 


"Siap?" Komandan menoleh ke kiri dan kanan memastikan ketiga anggotanya dalam keadaan siap beraksi. Namun adegan berikutnya hanyalah anti klimaks dari adegan sebelumnya, tidak sedramatis film kriminal hollywood. Sang komandan membuka akses pintu dengan kartu ID karyawannya. Dalam sekejap tanpa ada tendangan keras di pintu, ruangan terbuka. Keempat orang anggota penjaga Keamanan langsung menyalakan senter yang biasa dipakai pekerja tambang di dalam gunung. Keempat nyala senter itu berputar-putar mencari target dan berhenti beririsan di satu titik yang membuat pantat perempuan montok terlihat sangat jelas di gelap kamar. Sepasang manusia yang tengah melepas nafsu, tampak kaget dengan kehadiran tamu tak diundang. Sang perempuan yang tadi bergelinjang di atas tubuh laki-laki tak berpakaian, jatuh ke lantai. Bruk! Kedua tangannya sibuk mencari-cari jaket atau apapun untuk menutupi tubuh montoknya. 


“Kalian saya berikan waktu 10 menit untuk berpakaian!” keempat petugas penjaga keamanan Perusahaan meninggalkan dua insan dimabuk nafsu ini di dalam kamar.

Tanganku meraba-raba meja di sebelah kanan tempat tidur, mencari sumber suara. “Rasanya aku tidak mengatur jam untuk bangun di tengah malam!” keluhku dalam hati masih dengan mata tertutup. Kumatikan Jam waker di meja. Tapi suara itu masih ada. 

"Orang gila mana yang menelpon tengah malam begini? Orang Jakarta ngga tahu ya di Papua sudah midnite?” aku mulai bersumpah serapah

Di Amolepura, lewat jam 9 kota kecil ini seperti kota mati, sunyi senyap, dingin dibalut kabut putih pekat. Semua orang sudah asyik dalam mimpinya, berlindung dari dinginnya Amolepura dengan bantuan alat pemanas di dalam kamar.  Tengah malam, kami sudah terlelap dalam mimpi-mimpi.

"Malaaam”
"Selamat malam Ibu Raisa”
Aku melihat layar telepon seluler, bukan nomor Jakarta.
“Maaf mengganggu Ibu Raisa, kami dari Satuan penjaga keamanan Amolepura. Malam ini ada salah 1 karyawannya tertangkap tangan melakukan perbuatan zina di barak L" 
Mataku yang tadi setengah terbuka langsung terbelalak.
"Maaf Pak, bisa disebutkan nama, nomor identitas karyawan dan departemennya? Mungkin Bapak salah orang" Di area konsesi ini banyak perusahaan privatisasi dan kontraktor, jadi mungkin saja orang yang tertangkap bukan kolegaku.
Laki-laki Jawa di seberang telpon menyebutkan nama karyawan tadi.
"Non staff?"
"Ya Bu Raisa, dari barak L" jelasnya. Ah pertanyaan bodoh macam apa yang baru saja kutanyakan? Semua orang tahu Barak L salah satu dari sekian barak untuk karyawan non staff. 


Aku menggeleng-gelengkan kepala. Setelah belasan tahun bekerja di bidang SDM baru kali ini menangani masalah karyawan yang tertangkap melakukan perbuatan asusila di lokasi dan aset Perusahaan dengan seorangg karyawati. Terlebih lagi fakta yang mengagetkanku karyawan ini sudah mempunyai istri di Jakarta sana! Ancaman hukuman dari pelanggaran ini tidak bisa dinegosiasi,  dia hrs diPHK tanpa pesangon dan secepatnya harus hengkang dari Amolepura. Tidak ada ampunan untuk karyawan yang masih dalam ikatan pernikahan berzina di area konsesi tambang. PHK dengan tidak hormat, itulah hukumanmu! 

Budaya di Amolepura, perusahaan tambang emas dari Lousiana, Amerika Serikat ini sebenarnya sangat Amerika. Petunjuk umum dan fasilitas ditulis Petunjuk umum dan fasilitas ditulis dalam bahasa Inggris, contohnya aula makan dinamakan mess hall, titik point disebut mille point bukan kilometer, nama jalan dinamakan Street 1 hingga Street 30, pengelompokkan dengan nama Inggris Hidden Valley, Rainbow atau Ridge Camp dan lain-lain istilah berbau Amerika. Acara barbeque gratis diadakan tiap Minggu siang, belum lagi pesta halloween di Cafe Lupa Lelah dengan sajian musik & aneka minuman keras dari bir hingga yang termahal seperti wine, vodka, atau champagne dengan peserta pesta yang heboh mengenakan kostum horor ala film Hollywood. 

Sebenarnya sejak belasan tahun lalu selalu ada gosip tentang karyawan dan karyawati yang tersandung perkara esek-esek ini. Kebanyakan antara sesama lajang tapi ada pula lelaki beristri dengan karyawati lajang. Tetap saja peristiwa yang sama terulang. Entah karena udara malam yang dinginnya mengalahkan Puncak Pas, Bogor. Mungkin juga karena stress di tempat kerja dan hasrat laki-laki dewasa yang tidak tersalurkan setelah sekian purnama. Entah karena cinta lokasi berada di daerah pedalaman Papua selama sekian bulan yang membuat empati dengan mudahnya tumbuh di hati keduanya. Kalau pelaku sama-sama bujangan, dalam waktu tiga bulan keduanya harus menikah. Jika menolak dinikahkan? Siap-siap angkat koper dari Amolepura untuk selama-lamanya. Pikiran usilku tidak bisa membayangkan bagaimana jika mereka melakukan hubungan seksual karena keisengan nafsu nakal mereka sementara keduanya atau pihak pria sama sekali tidak ada perasaan cinta? Neraka seperti apa yang akan mereka hadapi jika harus tinggal serumah dengan orang yang tidak mereka cintai? Pasti mereka akan menyumpahi nafsu keparat yang tidak bisa mereka kendalikan dengan bijak. 

Gosip di kota kecil ini mudah menyebar seperti bau busuk ikan yang walau disembunyikan akan tercium juga. Dalam hitungan detik rumor akan menyebar dari mulut ke mulut. Para pewarta gosip pun akan senang menceritakan nasib sial orang.  Keesokan harinya si pelaku perempuan menjadi musuh bersama para karyawan perempuan dan istri-istri karyawan. Semua mata memandang dengan tatapan menyelidik, wajah-wajah sok suci yang menghakimi mereka orang terkotor. Sementara karyawan yang lain menertawakan kebodohan mereka, kenapa bisa tertangkap Pertugas keamanan perusahaan. Yang lainnya berkomentar, "Bodoh, kenapa ngga bisa nahan untuk check in di Timika?"  Karyawan yang tidak mau ketinggalan berita, akan segera mengecek nama, wajah, departemen dan barak si pelaku asusila di portal perusahaan.
Salah satu gosip yang cukup heboh ketika ada berita salah seorang kapster di Salon Derry di Shopping Family tertangkap sedang berhubungan badan dengan karyawan beristri di dalam mobil Ford Perusahaan. Sang kapster dikabarkan stylist dari ibu pejabat tertinggi di Amolepura. Tanpa diperintah semua karyawan yang ingin tahu kelanjutan gosip ini langsung melihat data si kapster di website, datanya belum dihapus, berarti dia masih belum diusir dari Amolepura. Hingga beberapa hari kemudian, kami tidak menemukan data Mbak Kapster yang ramah. Mungkin Ibu Pejabat merasa tidak enak dianggap tebang pilih, terpaksa beliau harus mengalahkan kepentingan pribadinya untuk selalu terlihat cantik dan rapi dengan rambut sasak tinggi, ciri khas ibu-ibu pejabat Indonesia. Gosip lain beredar, Ibu Pejabat tetap mempertahankan sang mbak Kapster karena mbak ini piawai menata rambutnya tetapi kapster dari desa di Jawa  Tengah ini mengajukan pengunduruan diri, tidak tahan dengan tatapan sinis ibu-ibu di Amolepura. 

Di Amolepura ada kekuasaan “the invisible hand”. Mereka ini adalah istri-istri para karyawan yang mendapat perumahan di dalam Amolepura. Mereka berdandan seperti ingin pergi ke catwalk, walaupun hanya akan belanja keperluan sehari-hari di Hero di Komplek Shopping Family. Seolah-olah ingin berlomba-lomba memamerkan berapa besar gaji suami mereka dari tas, sepatu boot gaya dan pakaian trendy yang mereka kenakan. Kegiatan mereka hanya sekitar gym dan shopping Family, merakalah the invisible Goddes. Para istri karyawan itu, mempunyai kekuasaan super, mereka bisa memaksa manajemen memulangkan karyawati yang mereka anggap membahayakan stabilitas keamanan dalam negeri rumah tangga mereka.Walaupun tidak semua ibu-ibu berhura-hura menghabiskan uang suami, ada sebagian yang menyibukkan diri di kegiatan keagamaan atau memasak untuk dijual di Cafe Honay.
Pak Komandan Penjaga Keamanan Perusahaan tadi melaporkan, mereka berdua sudah dijadikan target operasi karena ada beberapa orang yang melaporkan mereka. Aku ikut ngeri membayangkan nasib si gadis yang malam ini tertangkap melakukan hubungan seks dengan suami orang di barak karyawan pria. Apakah tidak tercoreng wajah orangtuanya, anak yang diharapkan menopang ekonomi keluarga di desa di Sulawesi, pulang dengan nama tidak terhormat. Kalau pun dia tidak didepak oleh managernya, dia harus tahan dengan tatapan mata-mata yang melabelkannya sebagai wanita jalang penggoda suami orang. Walaupun sudah rahasia umum, para pria di sini sangat agresif menggoda para perempuan lajang dengan segala teknik merayu yang mutakhir. Perempuan di Situs Tambang haruslah pintar menjaga kehormatannya tanpa harus dibilang sombong. Hah kenapa aku yang harus pusing memikirkan dia? Aku sudah dibuat sengsara besok Minggu harus menemani kolegaku ke kantor polisi di dekat Banti Waa karena kasus ini. Gadis ini sudah dewasa untuk bisa berpikir resiko dari perbuatan gilanya karena napsu asmara buta. Tanpa sadar aku sudah kembali tertidur. 

 



2 comments:

Any comments, share your experience or ask?