Hari ini saya mendapatkan beberapa fakta hidup yang membuat saya
tersenyum, rasanya seperti Allah baru saja bilang "I told you, Sari, you
just relax and trust ME, I only give you THE BEST FOR YOU"
Saya
dan setiap teman perempuan yang belum menikah sampai detik tadi selalu
beranggapan orang yang menikah jauh lebih bahagia daripada orang yeng
belum menikah.
Sampai saya bertemu seseorang yang berani
melakukan sesuatu yang menurut kebanyakan orang Indonesia yg masih
terikat norma dan nilai-nilai komunitas, termasuk sangat ekstrem.
Bagaimana tidak ekstrem, untuk mengejar kebahagiaan dan cinta sejati,
dia memutuskan meninggalkan anak-anaknya dan suaminya setelah cukup lama
menikah.
Apakah betul setelah dia melepaskan diri dari ikatan
pernikahan dia bahagia? Saya kurang tahu, tapi dia mengalami jatuh
bangun karena putus cinta dari sesuatu yang di awal menurutnya adalah
cinta sejati yang dia cari dan kebahagiaan.
Lalu ada pula cerita
seseorang perempuan muslimah berjilbab yang insya ALLAH istri soleha,
ditinggalkan suami yang selingkuh dengan perempuan yang penampilannya
seperti perempuan penggoda dengan badan sexy yang tentunya jauh berbeda
dengan istrinya yang sudah menggemuk setelah sekian tahun menikah.
Seorang istri yang di sosial media membanggakan suaminya pria yang ngga
neko-neko dan suami yang setia, ternyata tanpa sepengetahuan dia sang
suaminya menggoda perempuan lajang dengan kata-kata nakal yang cenderung
melecehkan.
Kemudian saya berpikir apakah sebegitu sulitnya SAAT INI untuk mendapatkan
hubungan, mempertahankannya dan kemudian bahagia dengan orang yang kita
perjuangkan atas nama perjuangan mendapatkan cinta sejati dan
kebahagiaan?
Apakah betul kata pepatah, kita berada di dalam
jaman yang bila sesuatu tidak berfuingsi dengan baik, kita bisa dengan
mudah membuang barang tersebut dan membeli yang baru, beda dengan jaman
di saat orang tua kita atau nenek kakek kita hidup, jika ada sesuatu
yang kurang berfungsi, harus dibenarkan.
Bayangkan saja, dulu di
jaman nenek saya Sumini masih gadis, calon suaminya, Salim, hanya
melihat dia sekilas saat dia sedang membatik. Tanpa proses pacaran,
keduanya menikah happily ever after sampai eyang kakung saya meninggal,
lalu nenek menikah 2 kali lagi.
Teknologi komunikasi yang sangat canggih ternyata tidak berhubungan pararel pada kesuksesan hubungan yang bahagia.
Jaman nenek kakek saya, proses menyatakan cinta dilakukan dengan ayah
sang pria bersama putranya menyambangi rumah sang gadis bertemu dengan
orang tua sang gadis, tentunya tidak asal-asalan ayah sang pria datang
ke rumah orang tua sang gadis, sang pria harus mengumpulkan keberanian
luar biasa untuk menyampaikan perasaan sukanya pada gadis di desanya dan
meyakinkan sang ayah, gadis yang dipilih adalah gadis terbaik untuk
dia.
Di jaman orang tua kita pernyataan cinta harus dilakukan
dengan segenap usaha yang tidak mudah, para lelaki membuat surat cinta
yang indah dibuat dengan proses merenung yang lama lalu dimasukkan ke
tas gadis yang dia suka di kelas.
Jaman kakak pertama saya, saat
itu belum ada internet, sementara pacarnya ada di Perancis. Mereka hanya
berhubungan lewat surat cinta yang dikirim sebulan sekali. Bisa
dibayangkan tiap bulan dengan perasaan tidak menentu menunggu surat sang
pacar yang menyampaikan kabar yang sudah basi 1 bulan saat surat itu
diterima. Tapi tetap cinta mereka makin membesar dan tanpa proses
panjang sang pacar datang ke bapak saya untuk melamar.
Cinta menjadi barang yang sulit mungkin karena sex mudah didapat tanpa menikah?
Entahlah.
Lalu saya bertanya apa sebenarnya kebahagiaan itu? Apa sebenarnya cinta sejati?
Kebahagiaan ternyata sangat personal begitu juga pengertian kita tentang cinta.
Jika sang bujangan berpikir pernikahan membuat orang bahagia. dia harus
rela dan ikhlas untuk BEKERJA KERAS BERSAMA PASANGANNYA untuk
mewujudkan pernikahan yang bahagia. Tidak ada yang gratis di dunia ini.
Kakak-kakak saya contohnya, harus rela meninggalkan tanah air, rela
belajar memasak di dapur, rela meninggalkan karir, rela belajar bahasa
lagi atau kuliah lagi untuk bisa bekerja di sana, rela untuk menekan ego
yang dulu saat lulus kuliah bermimpi menjadi wanita karir, harus
menjadi ibu Rumah Tangga sampai anaknya berusia cukup untuk bisa
ditinggal bekerja lagi.
Kerelaan yang diawali dengan proses menangis, mengeluh dan ngedumel sebelum akhirnya terpaksa hrs memilih untuk ikhlas.
Apakah
mereka bahagia? Hanya mereka yang tahu, sekali pun bahagia, tentu
bahagia yang harus dilewati dengan proses, proses berkorban atas nama
kebahagiaan.
Untuk saya pribadi yang sempat
mempelajari beberapa agama, mempelajari hal spiritual, saya percaya saat
ini saya berada di satu titik telah mengenal diri saya, mengenal apa
itu bahagia versi saya dan mengenal Tuhan saya.
Sekali lagi bahagia dan cinta sangatlah personal.
Bahagia saya dan pengertian cinta menurut saya, pastilah berbeda dengan
anda. tapi apa pun keyakinan/ agama anda, saya yakin, dengan mengenal
siapa diri anda, apa tujuan hidup anda di dunia, itu akan memudahkan
anda untuk mengerti arti kebahagiaan untuk anda dan bagaimana
mencapainya.
Salam, amole, namaste
A Fun Fearless Female traveler (The Jakarta Post April 22nd, 2012) who likes to share her story on romance traveling novel. Author of best selling romance traveling novel, "Cinderella in Paris" & some books. Here, she wanna share her writing & photos (mostly about traveling physically and mentally aka contemplation). contact : sarimusdarcom@gmail.com twitter :@realsarimusdar unless mentioned, all pics are Sari's property
Trip With Sari Musdar
Facebook Badge
2014/12/27
Pursuing your happiness and real love?
Former legal & HR practioner who finds peace in tafakir, writing and traveling. Book Author of best selling #cinderellainparis & some travel books. Founder of @click4tripID & @duniakerjaID | Mostly writing about traveling, tafakur and up to date info.
| Instagram @SariMusdar |
Facebook : Sari Musdar. Sari can be contacted at sari.musdar09@gmail.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Any comments, share your experience or ask?